sambungan….
Keesokan harinya, saya telah tiba di stasiun.
Sesuai nasihat dari paman saya, Lek Daroji agar naik ojek atau bajai ketika
sampai stasiun. Saya kemudian memilih bajai untuk diantar menuju kos pamasn di
Jl Pintu Air 1 Jakarta Pusat. Beberapa menit kemudian saya tiba di kos paman
dalam keadaan sehat, alhamdulillah. Setelah sholat malam, saya menunggu
datangnya pagi dan mempersiapkan segala keperluan selama di Belanda. Siang itu
kami berbelanja di Pasar Minggu, sebuah kawasan perbelanjaan di Jakarta. Saya
membeli sebuah kacamata normal untuk saya pakai di sana, sebuah globe kecil
yang unik, sebuah jam tangan, dan sebuah kaos motif wayang untuk saya kenalkan
kepada kawan-kawan Summer School dan dosen saya di sana. Sekitar pukul 15.00
WIB kami kembali ke kos dan mempersiapkan diri untuk menuju bandara
internasional Soekarno Hatta (Soeta).
Sesuai nasihat dari paman saya, Lek Daroji agar naik ojek atau bajai ketika
sampai stasiun. Saya kemudian memilih bajai untuk diantar menuju kos pamasn di
Jl Pintu Air 1 Jakarta Pusat. Beberapa menit kemudian saya tiba di kos paman
dalam keadaan sehat, alhamdulillah. Setelah sholat malam, saya menunggu
datangnya pagi dan mempersiapkan segala keperluan selama di Belanda. Siang itu
kami berbelanja di Pasar Minggu, sebuah kawasan perbelanjaan di Jakarta. Saya
membeli sebuah kacamata normal untuk saya pakai di sana, sebuah globe kecil
yang unik, sebuah jam tangan, dan sebuah kaos motif wayang untuk saya kenalkan
kepada kawan-kawan Summer School dan dosen saya di sana. Sekitar pukul 15.00
WIB kami kembali ke kos dan mempersiapkan diri untuk menuju bandara
internasional Soekarno Hatta (Soeta).
Kami menuju stasiun gambir untuk naik bis
DAMRI. Ya, untuk tips pertama, ketika ingin ke bandara Soeta bisa naik bis DAMRI
khusus ke airport dengan ongkos 25 ribu rupiah. Saya pamitan kepada Lek Dar
untuk menuju bandara. Ketika perjalanan, saya bertemu dengan orang-orang yang
saya rasa sudah biasa untuk naik pesawat terbang. Bagi saya, inilah kali
pertama ke Eropa sekaligus kali pertama naik pesawat. Tentu, pengalaman pertama
ini akan berkesan bagi naik pesawat yang kedua dan seterusnya, insyaAllah.
Alhamdulillah, sekitar satu jam kami telah sampai di Soekarno Hatta
International Airport. Karena saya akan melakukan penerbangan internasional,
maka saya turun di terminal 2D. Bis pun berhenti dan saya menenteng koper serta
dua tas saya menuju dalam. “Subhanallah, besar banget ya ? Maklum, saya orang
desa yang nekat mau ke Eropa,” kesan pertama kali saya tiba di bandara. Setelah
itu, saya melakukan check in dan penyerahan bagasi. Tips selanjutnya, silakan
dipersiapkan segala dokumen perjalanan Anda dan jangan sungkan untuk bertanya
kepada petugas jika bingung harus ke mana.
DAMRI. Ya, untuk tips pertama, ketika ingin ke bandara Soeta bisa naik bis DAMRI
khusus ke airport dengan ongkos 25 ribu rupiah. Saya pamitan kepada Lek Dar
untuk menuju bandara. Ketika perjalanan, saya bertemu dengan orang-orang yang
saya rasa sudah biasa untuk naik pesawat terbang. Bagi saya, inilah kali
pertama ke Eropa sekaligus kali pertama naik pesawat. Tentu, pengalaman pertama
ini akan berkesan bagi naik pesawat yang kedua dan seterusnya, insyaAllah.
Alhamdulillah, sekitar satu jam kami telah sampai di Soekarno Hatta
International Airport. Karena saya akan melakukan penerbangan internasional,
maka saya turun di terminal 2D. Bis pun berhenti dan saya menenteng koper serta
dua tas saya menuju dalam. “Subhanallah, besar banget ya ? Maklum, saya orang
desa yang nekat mau ke Eropa,” kesan pertama kali saya tiba di bandara. Setelah
itu, saya melakukan check in dan penyerahan bagasi. Tips selanjutnya, silakan
dipersiapkan segala dokumen perjalanan Anda dan jangan sungkan untuk bertanya
kepada petugas jika bingung harus ke mana.
Sedikit flashback sebentar ya, banyak
kawan-kawan yang bertanya bagaimana saya bisa diterima dan membiayai kuliah
singkat ini ? Apakah karena beasiswa ? Dengan kejujuran hati saya menjawab, “Saya
bisa diterima karena mengajukan lamaran dan lamaran saya diterima. Ibarat
sebuah pernikahan, kalau sudah melamar tentu harus diteruskan sampai
pernikahan, betul demikian ? Lalu, saya bisa sampai ke Belanda dengan segala
usaha yang saya lakukan. Karena untuk program saya Contemporary Cities :
Challenges and Opportunities tidak disediakn scholarship, maka saya diwajibkan
mencari pembiayaan sendiri. Saya berikhtiar dengan mengajukan kerja sama ke
perusahaan-perusahaan yang ada. Alhamdulillah, dapat keringanan dari maskapai
Garuda Indonesia dan bantuan dari kampus saya Universitas Negeri Yogyakarta.
Pembiayaan utama, tetap dari orang tua yang sangat mendukung kemajuan untuk
saya. Jadi, sudah terjawab ya untuk sumber dananya ?
kawan-kawan yang bertanya bagaimana saya bisa diterima dan membiayai kuliah
singkat ini ? Apakah karena beasiswa ? Dengan kejujuran hati saya menjawab, “Saya
bisa diterima karena mengajukan lamaran dan lamaran saya diterima. Ibarat
sebuah pernikahan, kalau sudah melamar tentu harus diteruskan sampai
pernikahan, betul demikian ? Lalu, saya bisa sampai ke Belanda dengan segala
usaha yang saya lakukan. Karena untuk program saya Contemporary Cities :
Challenges and Opportunities tidak disediakn scholarship, maka saya diwajibkan
mencari pembiayaan sendiri. Saya berikhtiar dengan mengajukan kerja sama ke
perusahaan-perusahaan yang ada. Alhamdulillah, dapat keringanan dari maskapai
Garuda Indonesia dan bantuan dari kampus saya Universitas Negeri Yogyakarta.
Pembiayaan utama, tetap dari orang tua yang sangat mendukung kemajuan untuk
saya. Jadi, sudah terjawab ya untuk sumber dananya ?
Setelah melakukan check in dan melapor ke
bagian imigrasi, saatnya saya menunggu pesawat Garuda Indonesia. Tiba-tiba saya
mendapat kenalan turis Australia, inilah saatnya kemampuan bahasa Inggris
diuji. Nama dia adalah Mike. Dia di Indonesia untuk jalan-jalan dan liburan.
Kami berbincang seputar Indonesia dan Australia. Setelah itu, saya sholat
Maghrib dahulu di mushola bandara. Sekitar Pkl 19.00 WIB saya menuju gerbang E,
lagi-lagi ada pengecekan identitas. Saya bersama para penumpang menunggu
pesawat sembari berbincang satu sama lain. Saya rasa saat itu banyak sekali
kaum wanita yang akan terbang ke Abu Dabhi, UEA dan saya mendapat kenalan
seorang ibu. Ibu itu sangat ramah dan mau berbagi cerita seputar kehidupannya
di Dubai yang sudah sekitar 15 tahun.
bagian imigrasi, saatnya saya menunggu pesawat Garuda Indonesia. Tiba-tiba saya
mendapat kenalan turis Australia, inilah saatnya kemampuan bahasa Inggris
diuji. Nama dia adalah Mike. Dia di Indonesia untuk jalan-jalan dan liburan.
Kami berbincang seputar Indonesia dan Australia. Setelah itu, saya sholat
Maghrib dahulu di mushola bandara. Sekitar Pkl 19.00 WIB saya menuju gerbang E,
lagi-lagi ada pengecekan identitas. Saya bersama para penumpang menunggu
pesawat sembari berbincang satu sama lain. Saya rasa saat itu banyak sekali
kaum wanita yang akan terbang ke Abu Dabhi, UEA dan saya mendapat kenalan
seorang ibu. Ibu itu sangat ramah dan mau berbagi cerita seputar kehidupannya
di Dubai yang sudah sekitar 15 tahun.
Sekitar Pkl 19.30 WIB “Garuda” saya dating. “Akhirnya
bisa naik pesawat yang selama ini hanya mimpi, eh ternyata jadi kenyataan,”
gumam dalam hati. Pelajaran yang saya petik : awalnya saya hanya bermimpi untuk
naik Garuda dan bermimpi suatu saat bisa ke Belanda, ternyata hari ini saya
bisa membuktikannya. Bismillah, saya langkahkan kaki menuju kabin pesawat,
sambutan hangat dan senyum para pramugari membuat kami para penumpang serasa
sudah terbang kea wan. Saya duduk di kursi 19 H kalau tidak salah. Saya kaget,
ternyata di dalam kabin kursinya empuk-empuk dan nyaman, tidak seperti di
kereta. Saya juga kaget, pesawatnya besar sekali, mohon maaf karena ini kali
pertama saya naik pesawat. Di dalam pesawat, biasanya hanya diperbolehkan
membawa barang maksimal 7 kg dan untuk koper di bagasi 30 kg. Saya telah
menimbang koper dan tas sebelumnya. Ternyata, saya berdampingan dengan seorang
ibu, bernama ibu Erli, warga Surabaya yang ingin ke Belanda. Beliau akan
menjenguk sepupu yang baru melahirkan anak di Delft. Saya termenung, perjuangan
sepupu beliau untuk melahirkan anak mungkin sama seperti perjuangan saya untuk
naik pesawat ini, perlu persiapan yang sangat matang.
bisa naik pesawat yang selama ini hanya mimpi, eh ternyata jadi kenyataan,”
gumam dalam hati. Pelajaran yang saya petik : awalnya saya hanya bermimpi untuk
naik Garuda dan bermimpi suatu saat bisa ke Belanda, ternyata hari ini saya
bisa membuktikannya. Bismillah, saya langkahkan kaki menuju kabin pesawat,
sambutan hangat dan senyum para pramugari membuat kami para penumpang serasa
sudah terbang kea wan. Saya duduk di kursi 19 H kalau tidak salah. Saya kaget,
ternyata di dalam kabin kursinya empuk-empuk dan nyaman, tidak seperti di
kereta. Saya juga kaget, pesawatnya besar sekali, mohon maaf karena ini kali
pertama saya naik pesawat. Di dalam pesawat, biasanya hanya diperbolehkan
membawa barang maksimal 7 kg dan untuk koper di bagasi 30 kg. Saya telah
menimbang koper dan tas sebelumnya. Ternyata, saya berdampingan dengan seorang
ibu, bernama ibu Erli, warga Surabaya yang ingin ke Belanda. Beliau akan
menjenguk sepupu yang baru melahirkan anak di Delft. Saya termenung, perjuangan
sepupu beliau untuk melahirkan anak mungkin sama seperti perjuangan saya untuk
naik pesawat ini, perlu persiapan yang sangat matang.
Beberapa menit kemudian kami menerima
instruksi dan sambutan penerbangan dari maskapai Garuda. Saya memasang sabuk
pengaman, melihat instruksi di monitor dan siap berangkat. Segala kenyamanan
disuguhkan oleh maskapai ini, yang baru saja menerima penghargaan best economy
class internasional. Berbagai fasilitas disuh=guhkan, mulai dari nonton film di
masing-masing monitor, layanan makanan yang serba yummy, keramahan, toilet
bersih, dan segala pelayanan yang ada. Saya betah terbang dengan maskapai ini
(sambil senyum-senyum sendiri).
instruksi dan sambutan penerbangan dari maskapai Garuda. Saya memasang sabuk
pengaman, melihat instruksi di monitor dan siap berangkat. Segala kenyamanan
disuguhkan oleh maskapai ini, yang baru saja menerima penghargaan best economy
class internasional. Berbagai fasilitas disuh=guhkan, mulai dari nonton film di
masing-masing monitor, layanan makanan yang serba yummy, keramahan, toilet
bersih, dan segala pelayanan yang ada. Saya betah terbang dengan maskapai ini
(sambil senyum-senyum sendiri).
Perjalanan pertama adalah menuju Abu Dhabi yang
ditempuh selam kurang lebih 7 jam. Saya langsung istirahar dan sesekali bangun
untuk makan dan nonton. Perasaan ketika di udara adalah : senang campur cemas.
Saya senang dan bersyukur karena bisa naik pesawat, maklum karena orang desa.
Namun juga khawatir karena berpikir jika ada hal yang tidak diinginkan. Hanya
dengan berdoa kepada Allah saya bisa selamat. Saya serahkan segalanya kepada
Allah, seperti pesan ibu agar selalu berdoa.
ditempuh selam kurang lebih 7 jam. Saya langsung istirahar dan sesekali bangun
untuk makan dan nonton. Perasaan ketika di udara adalah : senang campur cemas.
Saya senang dan bersyukur karena bisa naik pesawat, maklum karena orang desa.
Namun juga khawatir karena berpikir jika ada hal yang tidak diinginkan. Hanya
dengan berdoa kepada Allah saya bisa selamat. Saya serahkan segalanya kepada
Allah, seperti pesan ibu agar selalu berdoa.