Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas
segala nikmat ini. Karena Allah lah saya masih bias menghirup udara segar,
karena Allah lah Anda juga bisa bernafas, dank arena Allah lah kita masih
dipertemukan untuk bersama-sama mengambil hikmah kisah perjalanan hidup saya
ini. Ba’da tahmid, semoga sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada uswah
kita, nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam yang telah membawa Islam dari
zaman jahiliyah menuju zaman penuh berkah ini.
segala nikmat ini. Karena Allah lah saya masih bias menghirup udara segar,
karena Allah lah Anda juga bisa bernafas, dank arena Allah lah kita masih
dipertemukan untuk bersama-sama mengambil hikmah kisah perjalanan hidup saya
ini. Ba’da tahmid, semoga sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada uswah
kita, nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam yang telah membawa Islam dari
zaman jahiliyah menuju zaman penuh berkah ini.
Allah masih mempertemukan kita di bulan
Ramadhan yang indah ini, sebuah bulan penuh pahala dan ampunan. Di awal
Ramadhan ini, saya diberi kesempatan Allah untuk mencicipi puasa di Belanda, negeri
kincir angin. Melalui sedikit goresan ini, saya akan berbagi kisah perjalanan
saya menuju Summer School Utrecht. Sebelumnya, izinkan saya untuk
memperkenalkan diri. Nama saya Janu Muhammad, saya adalah putra dari Bapak
Ngadiyo dan Ibu Lasiyem. Saya lahir di bumi Sleman, 7 Januari 1993. Saya Alhamdulillah
masih single dan baru merencanakan nikah sekitar lima tahun lagi insyaAllah.
Saat ini saya sedang menempuh studi di Pendidikan Geografi, Universitas Negeri
Yogyakarta. Saya mempunyai adik bernama Isti Rahayu, yang baru saja diterima di
SMP Negeri 1 Sleman, almmater saya. Saya alumnus SMA Negeri 2 Yogyakarta
(SMADA) yang membawa sejuta pelajaran bagi saya. Saya rasa cukup untuk
perkenalannya. Mari kita lanjutkan untuk kisah intinya. Mohon maaf kalau masih
banyak kekurangan, karena kelebihan hanya milik Allah semata.
Ramadhan yang indah ini, sebuah bulan penuh pahala dan ampunan. Di awal
Ramadhan ini, saya diberi kesempatan Allah untuk mencicipi puasa di Belanda, negeri
kincir angin. Melalui sedikit goresan ini, saya akan berbagi kisah perjalanan
saya menuju Summer School Utrecht. Sebelumnya, izinkan saya untuk
memperkenalkan diri. Nama saya Janu Muhammad, saya adalah putra dari Bapak
Ngadiyo dan Ibu Lasiyem. Saya lahir di bumi Sleman, 7 Januari 1993. Saya Alhamdulillah
masih single dan baru merencanakan nikah sekitar lima tahun lagi insyaAllah.
Saat ini saya sedang menempuh studi di Pendidikan Geografi, Universitas Negeri
Yogyakarta. Saya mempunyai adik bernama Isti Rahayu, yang baru saja diterima di
SMP Negeri 1 Sleman, almmater saya. Saya alumnus SMA Negeri 2 Yogyakarta
(SMADA) yang membawa sejuta pelajaran bagi saya. Saya rasa cukup untuk
perkenalannya. Mari kita lanjutkan untuk kisah intinya. Mohon maaf kalau masih
banyak kekurangan, karena kelebihan hanya milik Allah semata.
Tepat seminggu yang lalu, Sabtu 6 Juli 2013
saya melangkahkan kaki dari rumah. Pada hari itu saya akan berpisah dengan
keluarga selama beberapa hari. Saya akan mengikuti kuliah singkat musim panas di
Universitas Utrecht, Belanda. Sore itu segala persiapan insyaAllah sudah
selesai. Mulai dari passport, visa, asuransi, tiket pesawat, akomodasi,
makanan, dan segala kebutuhan lainnya, termasuk untuk fiqih Ramadhan yang
sedikit berbeda. Sebelum meninggalkan keluarga, terlebih dahulu saya berpamitan
kepada ibu, bapak, adik, sanak saudara, termasuk simbah putri. Kami (saya, ibu,
bapak, dan adik) diantar Pak Budi menuju stasiun Tugu Jogja untuk keberangkatan
kereta. Sebenarnya saya harus naik pesawat Garuda Indonesia, namun ternyata
tiket sudah habis. Setelah pamitan ke sanak saudara dan tetangga, kami menuju
stasiun Tugu. Sekitar pukul 17.30 WIB kami sampai. “Ya Allah, untuk beberapa
hari ini kami akan berpisah, Engkaulah yang bisa menjaga kami dan mempertemukan
kami kembali,” doa saya dalam hati. Saya tidak kuasa untuk menahan tangis,
ketika ibu saya tercinta meneteskan air mata. Ya, kasih sayang ibu melebihi
lautan yang luas, kasih sayang ibu sungguh tiada terhingga, begitu pula dengan
bapak dan adik. Tentu itu semua demi buah hatinya, yang selalu didoakan untuk
menjadi anak yang sholeh dan sukses di kemudian hari. Namun sungguh, saya belum
bisa berbuat apa-apa untuk mereka. Saya masih bergantung pada bapak dan ibu,
belum bisa mengukir senyum untuk mereka.
saya melangkahkan kaki dari rumah. Pada hari itu saya akan berpisah dengan
keluarga selama beberapa hari. Saya akan mengikuti kuliah singkat musim panas di
Universitas Utrecht, Belanda. Sore itu segala persiapan insyaAllah sudah
selesai. Mulai dari passport, visa, asuransi, tiket pesawat, akomodasi,
makanan, dan segala kebutuhan lainnya, termasuk untuk fiqih Ramadhan yang
sedikit berbeda. Sebelum meninggalkan keluarga, terlebih dahulu saya berpamitan
kepada ibu, bapak, adik, sanak saudara, termasuk simbah putri. Kami (saya, ibu,
bapak, dan adik) diantar Pak Budi menuju stasiun Tugu Jogja untuk keberangkatan
kereta. Sebenarnya saya harus naik pesawat Garuda Indonesia, namun ternyata
tiket sudah habis. Setelah pamitan ke sanak saudara dan tetangga, kami menuju
stasiun Tugu. Sekitar pukul 17.30 WIB kami sampai. “Ya Allah, untuk beberapa
hari ini kami akan berpisah, Engkaulah yang bisa menjaga kami dan mempertemukan
kami kembali,” doa saya dalam hati. Saya tidak kuasa untuk menahan tangis,
ketika ibu saya tercinta meneteskan air mata. Ya, kasih sayang ibu melebihi
lautan yang luas, kasih sayang ibu sungguh tiada terhingga, begitu pula dengan
bapak dan adik. Tentu itu semua demi buah hatinya, yang selalu didoakan untuk
menjadi anak yang sholeh dan sukses di kemudian hari. Namun sungguh, saya belum
bisa berbuat apa-apa untuk mereka. Saya masih bergantung pada bapak dan ibu,
belum bisa mengukir senyum untuk mereka.
keluarga saya 🙂 |
Kami pun berpisah, sebuah pelukan hangat dari
bapak dan ibu, sebuah doa teriring untuk saya. Sembari melangkah menuju kereta
saya berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang akan mempertemukan kami
kembali, maka mudahkanlah hamba dalam menuntut ilmu di Eropa. Jagalah bapak,
ibu, dan keluarga di rumah. Hanya Engkaulah pelindung kami.” Saya telah
memasuki kereta ekonomi AC dan berdoa seperti yang diingatkan terus menerus
oleh ibu, “Lahaula walakuwwata illabillah.” Kereta pun segera melaju dan saya
rebahkan tubuh untuk istirahat sampai esok pagi. Saya akan sampai di stasiun
Pasar Senen pukul 02.30 WIB.
bapak dan ibu, sebuah doa teriring untuk saya. Sembari melangkah menuju kereta
saya berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang akan mempertemukan kami
kembali, maka mudahkanlah hamba dalam menuntut ilmu di Eropa. Jagalah bapak,
ibu, dan keluarga di rumah. Hanya Engkaulah pelindung kami.” Saya telah
memasuki kereta ekonomi AC dan berdoa seperti yang diingatkan terus menerus
oleh ibu, “Lahaula walakuwwata illabillah.” Kereta pun segera melaju dan saya
rebahkan tubuh untuk istirahat sampai esok pagi. Saya akan sampai di stasiun
Pasar Senen pukul 02.30 WIB.
bersambung……..
2 Comments. Leave new
selamat yaa dek.. jangan lupa PPL semester depan kalau bisa juga diluar negri..aamiin
terimakasih mas doanya,semoga selalu diberkahi Allah. PPL ? apa bisa ya mas?kan saya kkn ppl di sekolah dan sekitarnya 🙂