Jadi ceritanya hari ini saya, Tom, dan Alex mau nge-weekend ke pantai. Maklum, orang-orang di sini memang kalau pas libur benar-benar liburan, pergi ke suatu tempat bersama keluarga. Nah, saya dapat kejutan untuk diajak ke pantai, meskipun sebenarnya tidak bisa renang -_- Sebelumnya, sarapan dulu ya dengan indomie…
Kami berangkat sekitar Pkl 8.00 waktu setempat (WIB +3). Pergi mengendarai mobil Tom, membawa beberapa bekal pakaian dan celana Smada.hehe. Di jalan, kami bincang-bincang sana sini, mulai dari hal agak berat sampai ngobrolin pak Jokowi yang mau datang ke Brisbane ikut G20 Summit. Kami juga menyanyikan Waltzing Matilda, lagu kebangsaan Australia, dan juga beberapa lagu pop/nasional dari Indonesia. Perjalanan yang menyenangkan pagi ini, langit tampak biru cerah dan matahari dengan gagah perkasanya di atas kepala.
Singkat cerita, setelah perjalanan 1,5 jam akhirnya sampai juga di sebuah danau dekat Currumbin, New South Wales. Saya tidak tahu nama tempatnya, yang jelas ini gambarnya.
Subhanallah, tempat wisata di sana bersih-bersih. Ada fasilitas umum yang sangat layak untuk para pengunjung, demi sebuah ‘kenyamanan’ pengunjung.
Setelah beberapa menit di danau, kami menuju National Park di New South Wales. Konsepn wisata ini adalah jelajah hutan, seperti hutan hujan tropis yang di dalamnya banyak flora maupun fauna. Tak heran, hewan-hewan yang hidup di sini betah. Kita dapat melihat beberapa burung langka yang populasinya masih terjaga, ada beberapa reptil, dan mamalia di sini. Saya terkejut, ketika melhat banyak turis mandi namun berbalut celana dan atasan kok, di sungai kecil dengan air terjun di situ. Airnya memang suegeerrr banget, dingin dan sejuk. Kami bertiga pun menyempatkan untuk mendokumentasikan moment ini.
Setelah cukup puas berkeliling taman nasional, kami melanjutkan perjalanan ke Byron Bay, sebuah teluk di daerah New South Wales. Byron Bay pemandangannya indah sekali. Subhanallah, betapa luasnya dunia ini. Sudah menjadi kewajiban kita untuk selalu bersyukur. Saya dan Tom sempat melihat segerombolan lumba-lumba lucu yang melintas, hanya sesaat. Sejauh mata memandang, terhampar pasir putih ditemani lautan biru yang luas dan langit biru muda yang cerah. Sungguh, inilah moment di mana saya merasa dekat dengan-Nya. Kita bukan siapa-siapa, jika dibandingkan dengan kuasa-Nya. Ibarat satu garam di lautan luas. Maka bersyukurlah atas segala nikmat ini.
Bayron Bay, 9 Nov 2014 |
Cerita Salmon di Byron Bay
Setelah banyak ambil foto, kami melanjutkan perjalanan ke sebuah area untuk istirahat siang. Namanya Death Cafe, agak seram ya ? Kami segera memesan menu makan siang. Ada banyak pilihan, mulai dari harga termurah sekitar 6 dolar sampai lebih dari 30 dolar juga ada. Kebetulan Alex tidak mau makan. Tom menawari saya sebuah menu dengan kisara 17 dolar. Saya pun tertarik mencoba ikan salmon ! Yeiii…
Bersyukur atas nikmat ini, alhamdulillah… |
Beberapa menit kemudian pesanan datang. Wah, besar sekali porsinya. Ada salmon, telur belum matang, roti, keju, dan tentunya salad ! Saya agak ragu dengan menu sebanyak ini, apalagi beberapa hari ini sudah mulai homesick dengan nasi. Saya tahan agar mau menyesuaikan menu makanan di sini, tapi mau bagaimana lagi…di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Salmon dengan kombinasi telur belum matang, roti, mentega, salad dan bumbu western |
Dengan diawali doa, saya mencoba daging yang ada di tengah. Wah, salmonnya beda, ini terasa lebih amis, ditambah lumuran kuning telur dan mentega itu rasanya…. Bisa dibayangkan, perut saya mulai berkontraksi untuk menolak makanan ini, ditambah jenis daun di salad ini yang baunya menyengat. Entah, menu salmon ini diracik benar apa tidak. Saya berada pada titik klimaks, di mana mulut harus tetap makan, di mana hidung berusaha kuat menahan bau menyengat dari kombinasi makanan western ini, dan di mana perut terpaksa harus menampung makanan dengan porsi besar ini. Saya cepat-cepat minum, agar baunya segera hilang. “Janu, makan dan makan, jangan muntah, lawan home sick mu itu,” bisik saya dalam hati.
Saya berusaha menelan salmon beserta pelengkapnya di piring putih itu. Jujur, ini menu yang membuat saya kangen masakan rumah. Saya kangen nasi padang…. (sambil mengunyah salad cepat-cepat). Alhamdulillah, akhirnya selesai. Maaf Tom, saya menyisakan salad itu, terlalu banyak untuk saya. Saya belajar akan pentingnya sikap hormat dan menghargai pemberian orang lain. Ketika kita diberi secara gratis, bersyukurlah, setidaknya kita mau menerimanya dan mengucapkan terimakasih atas kebaikan yang telah ia lakukan.
Kami pun bergegas pergi. Tom tiba-tiba mengingatkan saya untuk sholat. Ya Allah, justru dia yang mengingatkanku, padahal dia adalah nasrani. Kami masih mencari space yang ada toiletnya, ternyata memang sulit ditemukan. Lalu kami berhenti di samping sebuah lapangan, ada sebuah kran air di sana. Saya izin ke sana dan melaksanakan sholat Dzhur diqasar dengan Ashar. Jadi teringan pesan mamak “Kamu baik-baik jaga sholat ya Nak, itu yang utama.”
Sempatkan sholat di manapun berada |
Perjalanan hari itu pun berakhir, kami pulang ke 22 Elgata Street dengan berjuta pengalaman baru. Alhamdulillah, semoga semakin paham hakikat bersyukur itu indah, semakin paham hakikat berbagi itu mulia.