Setelah kemarin sempat mempublikasikan catatan berjudul “Anda
Tak Perlu ke Luar Negeri Kalau Hanya…” pada kesempatan ini saya ingin
bercerita, lebih tepatnya mengulas perjalanan mimpi yang sama-sama kita mulai
sejak kecil. Mari sejenak kita refleksi diri.
Tak Perlu ke Luar Negeri Kalau Hanya…” pada kesempatan ini saya ingin
bercerita, lebih tepatnya mengulas perjalanan mimpi yang sama-sama kita mulai
sejak kecil. Mari sejenak kita refleksi diri.
Sahabat-sahabat saya yang selalu semangat,
Kita tentu masih ingat ketika pertama kali memasuki bangku
sekolah dasar, Ibu dan Bapak guru pernah bertanya demikian, “Anak-anak, apa
mimpi kalian ketika sudah besar nanti ?” Sebagian besar dari teman-teman di
kelas saya menjawab, “Jadi dokter, Bu… Jadi polisi, Pak.” Mayoritas jawaban mengarah
ke profesi dokter dan polisi. Ada sebuah pertanyaan yang mengusik pandangan
saya sore ini, mengapa demikian ya ? Apakah memang kedua profesi itu adalah
yang terpatri di benak setiap siswa ?
sekolah dasar, Ibu dan Bapak guru pernah bertanya demikian, “Anak-anak, apa
mimpi kalian ketika sudah besar nanti ?” Sebagian besar dari teman-teman di
kelas saya menjawab, “Jadi dokter, Bu… Jadi polisi, Pak.” Mayoritas jawaban mengarah
ke profesi dokter dan polisi. Ada sebuah pertanyaan yang mengusik pandangan
saya sore ini, mengapa demikian ya ? Apakah memang kedua profesi itu adalah
yang terpatri di benak setiap siswa ?
Tidak ada yang keliru memang, menurut saya. Setiap orang tua
pasti menginginkan mimpi dan cita-cita terbaik bagi putra-putrinya. Saya pun
ketika duduk di Taman Kanak-Kanak dan sekolah dasar pernah bermimpi menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jujur saja, saya bercita-cita demikian karena
ingin seperti paman saya yang telah sukses menjadi TNI AD di Jakarta. Betapa polosnya
saat itu. Kalau begitu, apakah teman-teman yang lain juga terinspirasi orang
lain juga ? Ini yang menjadi pertanyaan selanjutnya.
pasti menginginkan mimpi dan cita-cita terbaik bagi putra-putrinya. Saya pun
ketika duduk di Taman Kanak-Kanak dan sekolah dasar pernah bermimpi menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jujur saja, saya bercita-cita demikian karena
ingin seperti paman saya yang telah sukses menjadi TNI AD di Jakarta. Betapa polosnya
saat itu. Kalau begitu, apakah teman-teman yang lain juga terinspirasi orang
lain juga ? Ini yang menjadi pertanyaan selanjutnya.
Selepas menamatkan sekolah dasar, tiba-tiba cita-cita saya
berubah. Saya ingin menjadi seorang arsitek. Apakah ini murni keinginan saya ?
Ternyata bukan, saya terinspirasi oleh Bapak saya. Beliau adalah tukang
bangunan, yang cekatan dalam merancang hingga mendirikan rumah. Saat di SMP 1
Sleman, saya juga menyukai matematika. Katanya kalau mau jadi arsitek memang
harus pandai di matematika ya ? Ternyata mimpi saya berubah… Apakah sahabat
sekalian juga pernah mengalami hal serupa ? Semoga Anda tidak hilang
konsentrasi menyimak penuturan saya ini.
berubah. Saya ingin menjadi seorang arsitek. Apakah ini murni keinginan saya ?
Ternyata bukan, saya terinspirasi oleh Bapak saya. Beliau adalah tukang
bangunan, yang cekatan dalam merancang hingga mendirikan rumah. Saat di SMP 1
Sleman, saya juga menyukai matematika. Katanya kalau mau jadi arsitek memang
harus pandai di matematika ya ? Ternyata mimpi saya berubah… Apakah sahabat
sekalian juga pernah mengalami hal serupa ? Semoga Anda tidak hilang
konsentrasi menyimak penuturan saya ini.
Ketika lulus SMP, nilai matematika saya 10 bulat dan
bersyukurnya diterima di salah satu SMA favorit di Kota Yogyakarta. Tetapi
sayangnya ketika SMA justru turun drastis, hingga lulus sekadar untuk memenuhi
syarat kelulusan. Mimpi saya pun berubah total. Kala itu, saya memantapkan diri
ingin menjadi pendidik, lebih tepatnya dosen. Hal ini mulai saya jaga dengan
serius, sampai di masa-masa kuliah S1. Kali ini muncul pertanyaan, “Saya dulu
pernah bermimpi tinggi dan apakah kini mimpi saya masih terlalu tinggi ?”
Semoga tidak hilang haluan.
bersyukurnya diterima di salah satu SMA favorit di Kota Yogyakarta. Tetapi
sayangnya ketika SMA justru turun drastis, hingga lulus sekadar untuk memenuhi
syarat kelulusan. Mimpi saya pun berubah total. Kala itu, saya memantapkan diri
ingin menjadi pendidik, lebih tepatnya dosen. Hal ini mulai saya jaga dengan
serius, sampai di masa-masa kuliah S1. Kali ini muncul pertanyaan, “Saya dulu
pernah bermimpi tinggi dan apakah kini mimpi saya masih terlalu tinggi ?”
Semoga tidak hilang haluan.
Teman-teman yang baik,
Suatu ketika, mulai
semester 3 saya mendapatkan beberapa undangan untuk mengisi acara di
kampus ataupun sekolah. Tidak jauh bertemakan “kepenulisan, penelitian,
motivasi belajar, kepemimpinan, dan kepemudaan..” sasarannya mulai adik-adik SD
hingga para mahasiswa. Dari sana, saya mulai menemukan jawaban atas pertanyaan
tadi. Saya pun selalu mencoba bertanya kepada para audiens, “Mimpi Adik-adik
apa ya ?” dan memang benar, adik-adik yang seusia SD/SMP menjawab “dokter/polisi/tentara”.
Oh, hipotesis pribadi saya mengatakan bahwa memang ada sesuatu yang terpatri di
pikiran kita ketika kecil. Kecenderungan orang tua yang menginginkan
anak-anaknya menjadi dokter.dll membuat kurang bebas dalam menentukan pilihan.
Mari kita lihat para ilmuwan di Indonesia ataupun dunia. Mereka tumbuh dan
berkembang dengan keleluasaan, bahkan seperti halnya Steve Jobs dan para
ilmuwan lainnya ‘dikeluarkan’ dari sekolah dan memilih mewujudkan masa depannya
dengan caranya sendiri.
semester 3 saya mendapatkan beberapa undangan untuk mengisi acara di
kampus ataupun sekolah. Tidak jauh bertemakan “kepenulisan, penelitian,
motivasi belajar, kepemimpinan, dan kepemudaan..” sasarannya mulai adik-adik SD
hingga para mahasiswa. Dari sana, saya mulai menemukan jawaban atas pertanyaan
tadi. Saya pun selalu mencoba bertanya kepada para audiens, “Mimpi Adik-adik
apa ya ?” dan memang benar, adik-adik yang seusia SD/SMP menjawab “dokter/polisi/tentara”.
Oh, hipotesis pribadi saya mengatakan bahwa memang ada sesuatu yang terpatri di
pikiran kita ketika kecil. Kecenderungan orang tua yang menginginkan
anak-anaknya menjadi dokter.dll membuat kurang bebas dalam menentukan pilihan.
Mari kita lihat para ilmuwan di Indonesia ataupun dunia. Mereka tumbuh dan
berkembang dengan keleluasaan, bahkan seperti halnya Steve Jobs dan para
ilmuwan lainnya ‘dikeluarkan’ dari sekolah dan memilih mewujudkan masa depannya
dengan caranya sendiri.
Mimpi Anda memang tinggi, tapi…
Di satu sisi saya sangat optimis ketika melihat adik-adik
yang saya beri motivasi akhirnya berani bermimpi tinggi, berani menuliskan
mimpi-mimpinya di dinding kamar, intinya berani untuk bermimpi tinggi. Namun di
sisi lain, saya melihat mengapa ya trend seperti itu hanya berkisar antara usia
SD-SMP, sedangkan ketika mereka mulai memasuki masa remaja awal dan remaja
akhir…bergeserlah semuanya. Bagi yang berada di lingkungan positif, mereka
masih mampu memegang impiannya itu. Bagi yang kurang terjaga lingkungan
pergaulannya, justru mengalami degradasi mimpi. Maksud saya kehilangan ruh atas
mimpi-mimpi tersebut. Ternyata, faktor lingkungan itu memang sangat
mempengaruhi. Mimpi memerlukan lingkungan yang baik untuk tetap hidup dan siap
untuk dijemput.
yang saya beri motivasi akhirnya berani bermimpi tinggi, berani menuliskan
mimpi-mimpinya di dinding kamar, intinya berani untuk bermimpi tinggi. Namun di
sisi lain, saya melihat mengapa ya trend seperti itu hanya berkisar antara usia
SD-SMP, sedangkan ketika mereka mulai memasuki masa remaja awal dan remaja
akhir…bergeserlah semuanya. Bagi yang berada di lingkungan positif, mereka
masih mampu memegang impiannya itu. Bagi yang kurang terjaga lingkungan
pergaulannya, justru mengalami degradasi mimpi. Maksud saya kehilangan ruh atas
mimpi-mimpi tersebut. Ternyata, faktor lingkungan itu memang sangat
mempengaruhi. Mimpi memerlukan lingkungan yang baik untuk tetap hidup dan siap
untuk dijemput.
Kadang-kadang godaan sana-sini menggoyahkan mimpi kita.
Seperti cerita saya tadi, mimpi saya pun sering berubah. Kesimpulannya, saya
perlu seseorang yang menjadi role model mimpi saya. Inilah yang dinamakan
inspirator. Mereka yang satu passion, saya kecenderungan sifat tentu menjadi
inspirasi agar mimpi tetap tumbuh.
Seperti cerita saya tadi, mimpi saya pun sering berubah. Kesimpulannya, saya
perlu seseorang yang menjadi role model mimpi saya. Inilah yang dinamakan
inspirator. Mereka yang satu passion, saya kecenderungan sifat tentu menjadi
inspirasi agar mimpi tetap tumbuh.
Mimpi Anda memang tinggi, tapi…
Usaha untuk meraih mimpi masih sedikit. Banyak contoh yang
bisa kita lihat. Ketika kita punya teman-teman yang sepakat bermimpi tinggi
namun belum tentu semuanya mampu mencapainya. Indeks usaha yang dilakukan
ternyata belum tentu sama. Untuk itu, betapa pentingnya melebihkan usaha yang
kita lakukan. Bisa jadi kegagalan yang kita alami kemarin adalah karena usaha
yang masih sedikit. Apakah memang demikian ?
bisa kita lihat. Ketika kita punya teman-teman yang sepakat bermimpi tinggi
namun belum tentu semuanya mampu mencapainya. Indeks usaha yang dilakukan
ternyata belum tentu sama. Untuk itu, betapa pentingnya melebihkan usaha yang
kita lakukan. Bisa jadi kegagalan yang kita alami kemarin adalah karena usaha
yang masih sedikit. Apakah memang demikian ?
Mimpi Anda memang tinggi, tapi…
Kadang-kadang masih mengeluh. Ini juga menjadi koreksi bagi
saya. Ketika mendengar teman di samping saya mengeluh, lalu saya ceritakan ke
dia. “Lihatlah mereka yang siang hari panas-panas jualan koran di perempatan
demi menafkahi keluarga. Mereka saya lihat tetap tegar walau belum tentu
korannya semua laku.” Tak jarang saya mendengar mereka yang bermimpi tinggi, sedikit-sedikit
sudah mengeluh, gagal sedikit saja lalu berkata, “Ah..yaudahlah”. Bangsa kita
perlu anak muda bermental tangguh untuk menjadi pemimpin masa depan, kawan. Catatan
untuk kita, sudahkan rasa syukur itu kita hayati di sanubari ? Lihat lah potret
di perbatasan negeri ini, anak-anak itu rela berjalan lebih dari lima kilometer
demi menggapai MIMPI. Kita yang diberikan fasilitas lebih baik ini…masih sering
mengeluh ?
saya. Ketika mendengar teman di samping saya mengeluh, lalu saya ceritakan ke
dia. “Lihatlah mereka yang siang hari panas-panas jualan koran di perempatan
demi menafkahi keluarga. Mereka saya lihat tetap tegar walau belum tentu
korannya semua laku.” Tak jarang saya mendengar mereka yang bermimpi tinggi, sedikit-sedikit
sudah mengeluh, gagal sedikit saja lalu berkata, “Ah..yaudahlah”. Bangsa kita
perlu anak muda bermental tangguh untuk menjadi pemimpin masa depan, kawan. Catatan
untuk kita, sudahkan rasa syukur itu kita hayati di sanubari ? Lihat lah potret
di perbatasan negeri ini, anak-anak itu rela berjalan lebih dari lima kilometer
demi menggapai MIMPI. Kita yang diberikan fasilitas lebih baik ini…masih sering
mengeluh ?
Mimpi Anda memang tinggi, tapi…
Faktor doa dan ridho orang tua juga amat penting. Mahasiswa
sering kali idealis bermimpi hanya untuk dirinya sendiri. Bermimpi dan ingin
dicapai sendiri. Bukankah faktor doa juga perlu ? Bukankan ridho orang tua juga
yang akan menentukan ? Maka, tentu akan bijak jika kita menempatkan kekuatan
doa ada di pondasi utama. Tidak cukup hanya sebatas usaha keras, namun
keteguhan doa lah yang menentukan kehendak-Nya.
sering kali idealis bermimpi hanya untuk dirinya sendiri. Bermimpi dan ingin
dicapai sendiri. Bukankah faktor doa juga perlu ? Bukankan ridho orang tua juga
yang akan menentukan ? Maka, tentu akan bijak jika kita menempatkan kekuatan
doa ada di pondasi utama. Tidak cukup hanya sebatas usaha keras, namun
keteguhan doa lah yang menentukan kehendak-Nya.
Sahabat sekalian pemimpi(n) masa depan,
Memiliki mimpi tinggi tidak sebatas diikrarkan dalam hati.
Tidak sebatas dituliskan di dinding kamar. Tidak sebatas digantungkan
tinggi-tinggi. Bung Hatta yang pernah memimpin bangsa ini benar-benar
memperjuangkan dengan sungguh-sungguh dengan bersekolah hingga ke luar negeri.
Lebih dari 11 tahun beliau menempuh pendidikan di Belanda untuk mencapai mimpi
bangsa ini, bukan hanya untuk dirinya sendiri. Maka, saya mengajak Anda
sekalian agar mau dan mampu berjuang bersama menjemput mimpi. Mereka
orang-orang besar yang kini memimpin Indonesia ini, lahir dari tempaan kerja
keras dan kebulatan tekad untuk menjemput berani mimpi dan berani meraihnya.
Tidak sebatas dituliskan di dinding kamar. Tidak sebatas digantungkan
tinggi-tinggi. Bung Hatta yang pernah memimpin bangsa ini benar-benar
memperjuangkan dengan sungguh-sungguh dengan bersekolah hingga ke luar negeri.
Lebih dari 11 tahun beliau menempuh pendidikan di Belanda untuk mencapai mimpi
bangsa ini, bukan hanya untuk dirinya sendiri. Maka, saya mengajak Anda
sekalian agar mau dan mampu berjuang bersama menjemput mimpi. Mereka
orang-orang besar yang kini memimpin Indonesia ini, lahir dari tempaan kerja
keras dan kebulatan tekad untuk menjemput berani mimpi dan berani meraihnya.
Layaknya buah mangga di pohon, jika kita ingin memakannya,
maka kita perlu memanjat pohonnya atau menggunakan galah (izin dulu sama
pemiliknya ya). Bermimpi tidak hanya untuk ekspektasi pribadi, mari persembahkan
untuk masa depan republik ini. Jika masih merasa berat untuk meraihnya sendiri,
ajak teman-teman di sekeliling Anda untuk berjuang bersama. Dengan demikian,
sebenarnya tidak ada mimpi yang terlalu tinggi, yang ada adalah usaha dan doa
kita yang masih sedikit. Semoga kita mampu mewujudkannya!
maka kita perlu memanjat pohonnya atau menggunakan galah (izin dulu sama
pemiliknya ya). Bermimpi tidak hanya untuk ekspektasi pribadi, mari persembahkan
untuk masa depan republik ini. Jika masih merasa berat untuk meraihnya sendiri,
ajak teman-teman di sekeliling Anda untuk berjuang bersama. Dengan demikian,
sebenarnya tidak ada mimpi yang terlalu tinggi, yang ada adalah usaha dan doa
kita yang masih sedikit. Semoga kita mampu mewujudkannya!
Ditulis di bumi Yogyakarta selepas rintik hujan, 30 November
2015
2015
Pembelajar,
Janu Muhammad
1 Comment. Leave new
assalamualaikum..
ka janu saya coba add fb kaka kok ga bisa ya?
bolehkah saya minta kontak ka janu? atau email nya 🙂
makasi kak