Hari ini adalah hari Rabu, 19 Desember 2012. Saat tulisan ini dibuat, saya masih di ruang kuliah G01 214 bersama dua mahasiswa yang belum meninggalkan ruangan. Kebetulan saya masih betah di ruangan ini, setelah tadi sedikit menghela nafas konsentrasi mata kuliah geologi Indonesia.
Suasana sangat sepi, sunyi tanpa suara. Dua orang di samping saya yang berbeda meja juga hanya sibuk dengan laptopnya, entah mereka mengerjakan tugas atau sekadar update status. Ya, sangat wajar karena di luar sana ada hujan. Saat hujan seperti ini mood saya ataupun sahabat sekalian pasti jadi gundah. Apalagi pas kuliah, bisa dipastikan tidak akan konsentrasi. Hmm, saat-saat seperti ini kadang kita juga menjadi ‘galau’ atau bingung mau ngapain. Ada yang akhirnya cari tempat makan atau yang ‘anget-anget’ di angkringan seperti wedang jahe dan ada juga yang tetap memaksakan aktivitasnya berlangsung.
Bagi saya, saat-saat seperti ini adalah waktu yang tepat untuk berdiam diri. Ya, entah itu baca buku, on line pakai lepy, atau sekadar menikmati rintik hujan di luar sana. Namun, kali ini saya hanya terdiam dan sedikit merenung kenapa di penghujung tahun ini selalu turun hujan. Sahabat sekalian juga tahu kan kalau tiap sore..malam..ataupun pagi-pagi seperti ini selalu turun hujan ? Saya yakin jawaban sahabat adalah iya. Memang, secara geografis musim hujan di Indonesia akan turun pada awal Oktober sampai sekitar April. Hujan yang turun di Indonesia memang fenomena tahunan yang ada dan pasti ada selama bumi ini masih sehat.
Di sini, saya sempat termenung, mengapa harus ada hujan ? Kenapa hujan turun di akhir tahun ? Apakah ini pertanda sebuah umur tua yang akan segera tergantikan oleh tahun yang baru ?
Mari kita sedikit menoleh ke belakang…
Ada sebuah cerita ketika saya kemarin sore pulang dari kampus. Sore itu, gerimis membasahi bumi Jogjakarta. Pagi dan siang yang terlihat cerah ternyata tergantikan oleh mendung yang menutupi langit Jogja. Saya pada sore itu memutuskan untuk segera pulang karena capek dan perlu segera istirahat. Sepanjang perjalanan, hujan masih membasahi kaca helm saya, meski intensitasnya hanya kecil.. Di jalan saya temui genangan air yang terlalu banyak, itulah akibat ada hujan ? Namun itu tak sepenuhnya salah ketika akibat hujan akan ada genangan. Air itu sebenarnya sangat bermanfaat bagi tumbuhan di sekitarnya. Tumbuh-tumbuhan yang ada di tepi jalan tentu akan merasa senang jika turun hujan. Ibara kita mendapat makanan pasti akan melahapnya kan ? Tetapi, sungguh miris ketika saya melihat kubangan dan got-got yang membludak, seakan tak sanggup lagi menampung derasnya air yang mengalir. Mari kita baca sisi positif dan negatifnya. Jika got itu dibuat dengan benar saya yakin air akan meresap ke dalam tanah dan tidak menggenang di jalan-jalan.
Mata ini selanjutnya sedikit menerawang peristiwa kemacetan di setiap perempatan jalan, apalagi hjalan ring road utara yang sedang dibangun jembatan fly over, macet dan macet… Setidaknya ada sebuah pelajaran. Jadi manusia itu harus sabar. Sabar ketika menunggu sebuah lampu merah redup dan sabar ketika banyak orang yang selalu ingin mendahului. Sekali lagi, sabarlah ketika di lampu merah. Lalu, setelah sampai di dekat pring sewu saya menjumpai seorang pengendara sepeda motor yang menuntun motornya, sepertinya bannya bocor. Lagi-lagi saya menangkap kesabaran dari pemandangan itu.
Kembali ke pembahasan di atas. Mengapa harus ada hujan ? Saya akan mencoba menjawabnya dengan kita mengingat kembali ayat ini :
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, pergiliran malam dan siang, dan kapal yang berlayar di
lautan dengan membawa sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, begitu pula
air yang diturunkan oleh Allah dari langit (awan) yang dengannya Allah
berkenan menghidupkan bumi setelah kematiannya dan Allah
memperkembangbiakkan di sana segala jenis makhluk yang melata, dan juga
pengaturan angin, awan yang ditundukkan berada di antara langit dan
bumi, [itu semua] benar-benar mengandung pelajaran tentang bukti-bukti
[kekuasaan Allah] bagi orang-orang yang menggunakan akalnya.” (QS.
al-Baqarah : 164).
langit dan bumi, pergiliran malam dan siang, dan kapal yang berlayar di
lautan dengan membawa sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, begitu pula
air yang diturunkan oleh Allah dari langit (awan) yang dengannya Allah
berkenan menghidupkan bumi setelah kematiannya dan Allah
memperkembangbiakkan di sana segala jenis makhluk yang melata, dan juga
pengaturan angin, awan yang ditundukkan berada di antara langit dan
bumi, [itu semua] benar-benar mengandung pelajaran tentang bukti-bukti
[kekuasaan Allah] bagi orang-orang yang menggunakan akalnya.” (QS.
al-Baqarah : 164).
Saya memaknai ayat tersebut sebagai refleksi diri. Lihatlah, bumi kering kerontang karena musim kemarau tak kunjung usai. Akibatnya
tanam-tanaman sulit untuk tumbuh dan berkembang. Air hujan tak juga
meresap ke lapisan bumi. Padahal, tanpa adanya air maka tanaman hampir
mustahil bisa diharapkan untuk tumbuh kembali. Apalagi mengharapkan
buahnya yang lebat, tentu hal itu lebih tidak mungkin lagi. Maka
demikian pula hati seorang insan ketika ia jauh dari siraman wahyu ilahi
dan tidak diisi dengan dzikir kepada-Nya laksana bumi yang tak pernah
tersirami air hujan setiap hari. Ucapan-ucapan terpuji dan amal salih
mustahil muncul dari hati yang mati.
tanam-tanaman sulit untuk tumbuh dan berkembang. Air hujan tak juga
meresap ke lapisan bumi. Padahal, tanpa adanya air maka tanaman hampir
mustahil bisa diharapkan untuk tumbuh kembali. Apalagi mengharapkan
buahnya yang lebat, tentu hal itu lebih tidak mungkin lagi. Maka
demikian pula hati seorang insan ketika ia jauh dari siraman wahyu ilahi
dan tidak diisi dengan dzikir kepada-Nya laksana bumi yang tak pernah
tersirami air hujan setiap hari. Ucapan-ucapan terpuji dan amal salih
mustahil muncul dari hati yang mati.
Hujan sebagai nikmat yang Allah berikan kepada kita. Selama beberapa bulan kita mengalami kemarau panjang kemudian turunlah hujan. Musim kemarau bisa kita analogikan sebagai sebuah kelalaian. Ya, kelalaian manusia kepa Tuhannya. Sebagai umat muslim saya juga sering merasa jauh bahkan lalai berdzikir kepada Allah. Di saat seperti itu hati kita pasti kering dan gersang, tanpa seberkas iman. Hujan adalah penghapus goresan pada musim kemarau. Sebuah hidayah keimanan adalah anugerah Allah untuk hamba-hamba yang beriman. Jadi, hujan turun bersamaan dengan kembalinya cinta seseorang kepada Tuhan. Hujan adalah obat bagi kita untuk ‘lebih sehat’ jiwa maupun raga.
Hujan turun di akhir tahun adalah sebuah kebahagiaan sendiri bagi saya. Hujan di akhir tahun ini bukan secara kebetulan hadir. Namun, ia telah dengan indah direncanakan oleh Allah utnuk kesejahteraan umat manusia. Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Allah menurunkan dari
langit air [hujan] maka Allah menghidupkan bumi dengannya setelah
kematiannya, sesungguhnya pada hal itu terdapat bukti kekuasaan Allah
bagi orang-orang yang mendengarkan.” (QS. an-Nahl : 65). Bumi bangkit dari kematian, kematian dalam arti sementara. Tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme lainnya juga sudah mendapatkan perlakuan baik oleh Allah.
langit air [hujan] maka Allah menghidupkan bumi dengannya setelah
kematiannya, sesungguhnya pada hal itu terdapat bukti kekuasaan Allah
bagi orang-orang yang mendengarkan.” (QS. an-Nahl : 65). Bumi bangkit dari kematian, kematian dalam arti sementara. Tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme lainnya juga sudah mendapatkan perlakuan baik oleh Allah.
Namun, di balik semua itu ada kalanya ketika kita merasa sedih hati. Sedih ketika melihat saudara-saudara kita mendapat musibah banjir, tanah longsor, gempa, angin puting beliung, bahkan tsunami. Beberapa minggu yang lalu di daerah Sleman juga terkena angin puting beliung. Tak sedikit derita yang ditanggung penduduk, mulai dari harta, bahkan nyawa. Sejatinya itu adalah sinyal agar kita waspada setia saat. Itu adalah tanda Allah menguji keimanan kita. Apakah selama ini kita sudah bersyukur ? Bersukur ketika air bersih dengan mudah kita dapatkan ? Ataukah kita sama sekali buta dan tuli akan nikmat ini ?
Mari kita refleksi diri. Hujan di akhir tahun ini adalah sebuah nikmat, bukan tanda bahaya di umur tua tahun 2012. Hujan di bulan Desember ini adalah anugerah Allah untuk kitas semua. Jangan sampai menyesali ketika turun hujan. Nikmatilah…dan renungkah setiap tetesan airnya. Setiao tetes airnya adalah sebuah hikmah yang harus kita cari, mengapa ada hujan setiap hari ?
Saudaraku sekalian, semoga Allah menambahkan kepada kita keyakinan
kepada-Nya. Apabila kita cermati lagi kondisi hati kita barangkali
keterangan dari ayat-ayat di atas akan menyadarkan kita bahwa salah satu sebab pokok jauhnya
manusia dari jalan kebenaran dan sosok ideal pengikut jalan hidup para
salafush shalih adalah karena jauhnya keadaan kita dari kondisi hati
orang beriman yang sesungguhnya.Inilah sebuah gambaran ketika kemarau datang dan ketika ‘kelemahan iman’ datang.
kepada-Nya. Apabila kita cermati lagi kondisi hati kita barangkali
keterangan dari ayat-ayat di atas akan menyadarkan kita bahwa salah satu sebab pokok jauhnya
manusia dari jalan kebenaran dan sosok ideal pengikut jalan hidup para
salafush shalih adalah karena jauhnya keadaan kita dari kondisi hati
orang beriman yang sesungguhnya.Inilah sebuah gambaran ketika kemarau datang dan ketika ‘kelemahan iman’ datang.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan (nama) Allah
maka bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan hanya bertawakal kepada Rabb
mereka.” (QS. al-Anfal : 2).
beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan (nama) Allah
maka bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan hanya bertawakal kepada Rabb
mereka.” (QS. al-Anfal : 2).
Potongan ayat ini adalah sebuah pengingat kita agar kita memperbanyak merenung, berdzikir di kala hujan turun…perbanyak refleksi diri, berdoa, dan muhasabah diri sebelum 2013 tiba. Ingatlah saudaraku, 2012 belum berakhir. Mari kita gunakan sisa waktu tahun ini dengan bercermin diri, merenung dan mengingat apa saja yang telah kita lakukan selama ini. Sudah lebih banyak kebaikan ataukah justru keburukan ?
Semoga bisa sedikit untuk refleksi diri pribadi dan sahabat sekalian 🙂
Yogyakarta, 19 Desember 2012
sumber link ayat : http://abu0mushlih.wordpress.com/2009/01/19/hati-dan-bumi-wahyu-dan-air-hujan/
4 Comments. Leave new
waow… sungguh sangat menginspirasi.. thanks brother
terimakasih atas motivasinya, saya tunggu postingan mas Addin..keep fastabiqul khairat 🙂
postingan terakhir kita hampir mirip temanya, bedanya postinganku curhatan sesat, postingan mu menginspirasi jan.. hehehe, keep writing on jan :))
ha ? iya kah nu ? ckck…semangat semangat nulis bang 🙂