Keluarga, sebuah ikatan batiniah antara ibu, bapak, dan anak. Bagi saya, keluarga adalah sebuah anugerah terindah yang diberikan Allah setelah adanya Islam yang menjadi bagian terpenting dari hidup ini. Perkenalkan, saya Janu Muhammad, seorang putra dari pasangan Ibu Lasiyem dan Pak Ngadiyo. Saya lebih familiar memanggil dengan sebutan ‘mamak dan bapak’. Entah karena logat Jawa yang asli mendarahdaging dan sebutan ‘ndeso’ bagi saya yang tinggal di desa. Mamak, adalah sosok ibu sholehah, penuh kasih sayang, cerdas, dan pekerja keras. Bapak, adalah sosok inspirator hebat yang selalu saya kagumi. Semangat kerja yang tinggi, keras, disiplin, dan sangat bertanggung jawab. Merekalah dua insan yang telah melahirkan saya pada tanggal 7 Januari 1993. Saya mempunyai seorang adik sholehah, namanya Isti Rahayu. Dia adalah sosok remaja yang cerdas, sholehah, pintar masak, sangat berbakti pada orang tua, punya semangat juang tinggi dengan segudang mimpi, dan ternyata mewarisi sifat-sifat kami satu keluarga. Dia sekarang duduk di kelas 8C SMP N 1 Sleman, almamater saya tercinta. Dia punya mimpi besar untuk bisa meneruskan sekolah di SMA Negeri 1 Teladan Yogyakarta, sekolah favorit dengan segudang prestasi dan kultur ‘islami’nya. Semoga Allah memberikan kesempatan adek untuk sekolah di sana.
Bagi saya, sebuah keluarga menjadi penting, ketika mereka menjadi tempat untuk saling menghormati, saling belajar agama, saling menasihat, bahkan menjadi tempat cerita hidup, yang tidak saya dapatkan dari teman atau kenalan. Keluarga begitu beda, ini yang menyebabkan saya betah sampai saat ini tidak kost kuliah, saya rela pulang malam atau bahkan pagi demi bisa makan dan berkumpul dengan keluarga. Ramadhan tahun ini telah memberi pelajaran bagi saya, ketika kurang lebih 2 minggu saya berpisah dengan mamak, bapak, dan adek. Saya menginap di posko KKN, bersama keluarga baru di sana. Betapa ‘kangennya’ di hari-hari pertama, mungkin ini yang namanya home sick ya ?
Alhamdulillah, menjelang datangnya Idul Fitri saya mendapat jatah libur. Alhamdulillah bisa bertemu keluarga kembali. Momet-moment kebersamaan hadir dalam aktivitas menjelang hari kemenangan, Idul Fitri. Hari Minggu 27 Juli 2014 kemarin saya membantu mamak dan bapak untuk jualan sayuran di pasar Sleman. Inilah kami sesungguhnya, sebuah keluarga sederhana yang sehari-hari berjualan sayur di pasar. Saya bersyukur mempunyai mamak dan bapak serta adek yang selalu mendukung studi saya, mendukung dengan jiwa raga untuk membiayai studi saya, di samping ada beasiswa yang selama ini saya dapatkan.
Mamak baru jualan sayur |
Pagi itu kami berangkat, dengan membawa barang dagangan yang mungkin bisa satu pick up, kemi mengendarai sepeda motor. Suasana di pasar begitu ramai karena menjelang lebaran. Banyak yang jualan ketupat, pakaian, maupun keperluan masak untuk lebaran. Saya membantu jualan cabe, bersama bapak di pasar bagian barat sedangkan mamak di bagian timur. Alhamdulillah, sungguh rezeki dari Allah ini tak ternilai jumlahnya, saya melihat dari pembelajaran yang saya dapat dari wirausaha ini, dari proses yang memerlukan kesabaran, kejujuran, dan keikhlasan. Tidak jarang saya mendengar komplain atau perkataan pedagang yang kuarng mengenakkan. Mamak tetap sabar, mamak tetap tersenyum melayani, bapak tetap merendah, tidak membalsanya dengan perkataan apapun.
Bapak hebat, inspirator yang tak kenal lelah |
Saya belajar dari mamak dan bapak, mereka luar biasa dan menjemput rezeki, demi bisa menyekolahkan Janu dan Isti setinggi-tingginya. Mereka rela tidak tamat SD, rela bekerja sejak muda untuk menyekolahkan adik-adiknya. Sekarang, mamak dan bapak berjuang agar kami bisa ‘jadi orang’ agar suatu saat bisa membalasa budi, bagi keluarga, agama, dan bangsa. Tak kuasa saya ingin menangis di pagi ini, bahwa akan ada waktu ketika kami bisa sukses di masa depan, bisa menjadi anak yang berbakti, bisa menjadi teladan bagi sesama, dan menjadi orang yang selalu bermanfaat dalam kebaikan.
Jadi ‘mahasiswa’nya mamak dan bapak |
Ya Rabb, betapa kecilnya hati ini, belum seputih hati mamak dan bapak. Mereka begitu tulus membimbing kami, mereka begitu hebat dalam mendidik kami. Izinkan kami suatu saat untuk pergi ke tanah suci, menjemput mimpi mamak untuk pergi haji.
Bersama para keponakan dan simbah putri
My Beloved Family |
Tibalah kumandang takbir menghiasi alam ini, tibalah saatnya bergembira di hari yang fitri. Inilah makna Idul Firi bagi kami, bagi keluarga sederhana yang ingin menjadi pribagi lebih baik di hari esok. Inilah Idul Fitri, saat kami saling melebur dosa dan kesalahan dan memulai lembaran baru. Semoga kami Engkau pertemukan di Ramadhan lagi, semoga amalan-amalan senantiasa kami jaga di bulan-bulan setelahnya. Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah, atas segala nikmat ini. Allahummaghfirli waliwalidayya warhamhumakama robbayaanisaghiiro…
Sleman, 29 Juli 2014 Pkl 5:15 WIB
Hamba Perindu Surga-Nya,
Janu Muhammad dan Keluarga