Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Yang hingga detik ini masih begitu baiknya memberikan kita nikmat sehat dan waktu luang. Semoga shalawat tercurah kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam yang senantiasa kita beri’tiba’ kepadanya.
Sebenarnya sudah sejak lama ingin menulis catatan ini. Barangkali judul di atas adalah sebuah refleksi pribadi, yang timbul dari pengalaman sehari-hari. Mari kita awali untuk meluruskan niat sebelum membaca, kita sama-sama dalam proses menimba ilmu dan tentu saran maupun kritik yang membangun sangat terbuka.
Jadi ceritanya, kira-kira pada awal kuliah di UNY (2011) saya dihadapkan pada sebuah kondisi dimana banyak gerakan mahasiswa disana-sini. Tentu wajar, sebagai mahasiswa baru yang masih kalem…saya pun terlalu mudah untuk diajak kegiatan berbau agama. Yang saya pikirkan saat itu, saya yang dulu pernah mengikuti rohis selama 2 tahun apakah akan melanjutkannya di bangku kuliah ? Setelah mempertimbangkan dengan matang, saya putuskan untuk tidak mengikuti rohis kampus. Saya ingin memfokuskan diri pada akademik, penelitian, dan mengikuti kajian di luar kampus.
Qadarullah, menjelang semester 3 kala itu saya mengikuti kajian di Masjid Al Hasanah (utara Mirota kampus/selatan UGM) dan begitu takjub melihat semangat para pemuda muslim yang ngaji. Pertama kalinya saya merasakan sesuatu yang berbeda, kajiannya cukup serius, tidak ada yang mainan hape, sangat minim candaan, hampir semuanya mencatat materi dari ustadz, dan ukhuwah antar peserta kajian yang begitu kuat. Yang disampaikan ustadz adalah yang Rasulullah ajarkan, dan berdasarkan dalil syar’i.
Dua hal yang tidak akan pernah saya lupakan adalah perihal celana cingkrang (tidak isbal) dan hokum membiarkan jenggot tumbuh bagi laki-laki. Saya tidak akan menuliskan dalil-dali tentang dua hal tersebut karena saya yakin teman-teman sudah tahu, betul ? Saya tertegun, melihat peserta kajian di Masjid Al Hasanah adalah mereka yang berusaha mengamalkan dua hal tadi. Berbeda dengan kajian yang pernah saya ikuti di tempat lain sebelumnya, ustadz menyampaikan dua hal tersebut tetapi sayangnya beliau belum mempraktikkannya. Semoga Allah memberikan hidayah kepada beliau. Juga sering saya jumpai, para aktivis dakwah yang masih memanjangkan celana di bawah mata kaki dan memangkas jenggot sampai habis.
Dilema, saya mengalamai sebuah tekanan serius pada semester 4. Beberapa ikut kajian sunnah di sekitar UGM membuat saya berada pada titik dimana keyakinan dan amalan rasanya masih jauh dari yang Rasulullah ajarkan. Berada pada kondisi dimana saya harus memutuskan untuk segera hijrah, mencari lingkungan yang lebih baik dalam mendalami agama Islam sesuai Al Qur’an dan As Sunnah, bukan berbasis gerakan dan kelompok tertentu. Yang namanya menemukan hidayah memang tidak mudah, ia tak akan datang dengan banyaknya ceramah. Ia datang karena Allah yang memberi, Allah yang mencurahkannya.
Semester 5, mulai banyak cibiran yang terlontar dari orang-orang terdekat mengapa jenggot mulai dibiarkan tumbuh dan tidak dipotong. Saat itu saya sendiri belum siap untuk mengganti celana kain. Masih di bawah mata kaki, sering kali dilipat sampai di atas mata kaki. Saya belum berani secara langsung memakai ‘sirwal’. Keluarga masih perlu saya berikan penjelasan secara lembut. Yang terpenting adalah satu AKIDAH. Tentang bagaimana ajaran Islam itu indah, tentang ajaran Islam yang murni, yang Rasulullah ajarkan. Bukan bermaksud menggurui, kita sama-sama belajar dan menasihati dalam kebaikan. Terkadang ketika kita sudah siap berbenah, lingkungan belum mendukung. Kita menunggu waktu yang tepat namun alangkah baiknya memang harus disegerakan.
Setelah KKN, tepatnya awal semester 8 saya mulai mengenal beberapa ikhwah di kampus yang masyaAllah sholeh dan secara mantap mengamalkan sunnah. Ditambah lagi inspirasi salah satu role model kaum muda, Mas Teuku Wisnu yang hijrah, semoga Allah menjaganya. Itu adalah salah satu dorongan bagi saya pribadi. Diri ini begitu malu, sudah dicontohkan Rasulullah, tahu kalau isbal itu dilarang kok masih saja isbal. Dan malam itu menjadi jawabannya, Allah memberikan pengingat agar segala hal yang baik memang harus disegerakan.
Alhamdulillah, dalam hati bertekad agar niat tetap lurus. Perlahan saya mulai mengenakan celana cingkrang di atas mata kaki. Awalnya memang sangat minder karena banyak orang terdekat yang heran dan melontarkan banyak pertanyaan. Bahkan dosen pun sempat mengkritik. Pernah suatu ketika saya disangka anggota LDII waktu beli perabotan di toko, pernah disangka komplotan ISIS saat di Semarang, terlalu sering ada yang menyindir ‘lagi banjir ya mas?’ atau disangka ikut aliran tertentu, itu semua sudah biasa. Pengalaman yang juga tak akan saya lupakan adalah ketika menjelang pelepasan wisuda. Saya sempat ditegur panitia agar celananya menyentuh sepatu bagian bawah. Saat yudisium juga, sempat disindir dosen karena dikira sedang banjir.
MasyaAllah, saya pun keheranan sendiri, mengapa sikap sesama muslim yang mengetahui kaum muslim lainnya mau belajar agama justru disangka ini itu. Gaung dan label ‘toleransi’ ternyata lebih mudah diucapkan. Kita perlu saling mengingatkan bahwa agama adalah yang utama. Aktivitas kita yang harus disesuaikan, bukan agama yang menyesuaikan.
Allah memberikan hidayah pada mereka yang mau menerima hidayah. Jika ia sudah bertekad kuat karena Allah, insyaAllah segala cibiran dan godaan akan menjadi hal biasa.
Meski celana cingkrang, tetap bisa meraih cumlaude
Meski celana cingkrang, tetap bisa meraih wisudawan terbaik prodi
Meski celana cingkrang, tetap bisa menorehkan prestasi
Meski celana cingkrang, masih bisa ikut kompetisi dan juara
Meski celana cingkrang, selalu berusaha menebar inspirasi
Luruskan niat karena Allah dan tetaplah rendah hati. Mari kita belajar, bagaimana menjadi pemudapemudi muslim harapan umat yang senantiasa berpegang teguh dengan agama, dan berprestasi untuk kebaikan. Ajaran Islam itu indah, tidak mempersulit para pengikutnya. Tinggal bagaimana kita mau mengamalkannya, tidak hanya untuk investasi akhirat kelak..tetapi juga untuk menjadi hamba yang bermanfaat serta berprestasi.
Sekarang, antum yang ikhwan dan sudah lama ngaji, masih ragukah untuk mengamalkan sunnah nabi ? Masih ragu untuk memakai celana di atas mata kaki dan membiarkan jenggot tumbuh ? Teruntuk engkau wahai muslimah, masih ragu untuk mengenakan jilbab syar’I ?
Saya semakin yakin, bahwa celana cingkrang tidak menghalangi kita untuk berprestasi. Mengamalkan ajaran Islam secara kaffah akan berkorelasi positif dengan capaian prestasi.
Jazaakallahu khoiron katsiron Akh Ammar Fauzan atas ide judul tulisan ini, Ustadz Riksa Ginanjar dan segenap ikhwah Formuny Achmad Fadhilah Mas Arry Darmawan Wahyu Sigit Permadi Yuli Widiyatmoko Muhammad Mufti Hanafi dll. Semoga istiqomah dalam berdakwah.
Semoga Allah senantiasa memberi kita petunjuk, menjauhkan kita dari fitnah ataupun riya’, dan memberikan cahaya kehidupan di dunia dan di akhirat. Wallahu’alam bishawab, segala maaf atas khilaf dari saya pribadi. Baarokallahu fiik…
Yogyakarta, 26 September 2015
Spesial note untuk teman-teman Geografi A 2011 : Adang Saripudin Arief Lakey Aziz Perdana Wisnu Putra Danarto Hardani Kamardi Muhamad Mahrus Ali Intan Fadhila Esti Rahayu Dha Mardasari Dian Oktavina Romadoni Tricahyani dkk.
Untuk Akh Muhammad Iqbal Nuriyana dan Ganang Aziz Nurhuda terimakasih untuk inspirasinya.