Indonesia
adalah negara yang istimewa,
tatanan, sejarah pembentukan, ditambah dengan variable jumlah penduduk, luas
wilayah, kekayaan sumber daya alam, kebinekaan agama, etnis dan kultur.
Komponen-komponen ini dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar.
Geografi Indonesia sebagai negara
kepulauan yang besar memiliki keunikan budaya tersendiri, terlebih lagi jika
dikaitkan dengan letaknya di peta dunia.
Indonesia merupakan teks alami yang tidak ada habis-habisnya untuk dikaji,
dipelajari, dan dimanfaatkan sumber dayanya. Proses vulkanisnya menyuburkan
tanah, lereng-lerengnya memeperluas lahan pertaniana. Pendek kata, Indonesia
merupakan laboratorium alami, baik bagi ilmu-ilmu kebumian, kelautan, atmosfer,
dan ilmu-ilmu kehidupan.
adalah negara yang istimewa,
tatanan, sejarah pembentukan, ditambah dengan variable jumlah penduduk, luas
wilayah, kekayaan sumber daya alam, kebinekaan agama, etnis dan kultur.
Komponen-komponen ini dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar.
Geografi Indonesia sebagai negara
kepulauan yang besar memiliki keunikan budaya tersendiri, terlebih lagi jika
dikaitkan dengan letaknya di peta dunia.
Indonesia merupakan teks alami yang tidak ada habis-habisnya untuk dikaji,
dipelajari, dan dimanfaatkan sumber dayanya. Proses vulkanisnya menyuburkan
tanah, lereng-lerengnya memeperluas lahan pertaniana. Pendek kata, Indonesia
merupakan laboratorium alami, baik bagi ilmu-ilmu kebumian, kelautan, atmosfer,
dan ilmu-ilmu kehidupan.
Indonesia telah sejak lama mengusahakan pembangunan di berbagai sektor.
Mulai dari pembangunan masyarakat di pedesaan atau kaum petani sampai kalangan
penduduk kota atau kaum pegawai. Pembangunan itu sudah sejak masa kolonial
direncannakan, sampai akhirnya terealisasi pada masa orde baru, masa revolusi,
dan pascar revolusi saat ini. Pembangunan negeri ini turut menyisakan dampak
mental yang saat ini masih dirasakan oleh banyak diantara warga negaranya.
Mulai dari pembangunan masyarakat di pedesaan atau kaum petani sampai kalangan
penduduk kota atau kaum pegawai. Pembangunan itu sudah sejak masa kolonial
direncannakan, sampai akhirnya terealisasi pada masa orde baru, masa revolusi,
dan pascar revolusi saat ini. Pembangunan negeri ini turut menyisakan dampak
mental yang saat ini masih dirasakan oleh banyak diantara warga negaranya.
Orientasi dan sikap mental bangsa Indonesia yang belum sejatinya
mencerminkan harapan dari pendiri negeri ini. Indonesia masih sangat tergantung
kepada negara lain, baik dari segi perekonomian, ketahanan, maupun segi
lainnya. Padahal, negeri ini kaya akan sumber daya manusia dan sumber daya
alamnya. Kita masih berbangga dengan mengimpor produk dari negara tetangga,
padahal kita sebenarnya mampu untuk membuatnya sendiri. Kita masih malu untuk
percaya dan menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia bisa setara dengan negara
super power maupun negara dengan keunggulan teknologinya. Namun, pekerjaan rumah
kita adalah sudah siapkah mental Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan dan
berjuang melawan krisis mental ini ?
mencerminkan harapan dari pendiri negeri ini. Indonesia masih sangat tergantung
kepada negara lain, baik dari segi perekonomian, ketahanan, maupun segi
lainnya. Padahal, negeri ini kaya akan sumber daya manusia dan sumber daya
alamnya. Kita masih berbangga dengan mengimpor produk dari negara tetangga,
padahal kita sebenarnya mampu untuk membuatnya sendiri. Kita masih malu untuk
percaya dan menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia bisa setara dengan negara
super power maupun negara dengan keunggulan teknologinya. Namun, pekerjaan rumah
kita adalah sudah siapkah mental Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan dan
berjuang melawan krisis mental ini ?
Secara
logis terlebih dahulu memerlukan suatu bayangan ke depan mengenai bentuk
masyarakat seperti apa yang ingin kita capai dengan pembangunan kita. Hal ini
masih belum di konsepsikan oleh bangsa kita. Berbagai suku bangsa, berbagai
aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang demikian banyaknya itu
mungkin sudah mempunyai konsepsinya masing–masing
yang belainan satu sama lain,
tetapi suatu konsepsi konkrit untuk dituju bersama belum ada. Jelaslah bahwa
model dari masyarakat–masyarakat
yang sekarang sudah maju tidak
mungkin dapat
dicontoh begitu saja karena memang sukar untuk mengajar suatu hal yang sudah
terlampau jauh di depan. Bahkan,
model masyarakar Jepang
pun tidak dapat kita tiru karena
lingkungan alam, komposisi penduduk negara, struktur masyarakat, aneka warna kebudayaan,
sisten nilai–budaya,
dan agama–agama
di negara kita memang berbeda dengan di Jepang.
logis terlebih dahulu memerlukan suatu bayangan ke depan mengenai bentuk
masyarakat seperti apa yang ingin kita capai dengan pembangunan kita. Hal ini
masih belum di konsepsikan oleh bangsa kita. Berbagai suku bangsa, berbagai
aliran, dan berbagai golongan dalam negara kita yang demikian banyaknya itu
mungkin sudah mempunyai konsepsinya masing–masing
yang belainan satu sama lain,
tetapi suatu konsepsi konkrit untuk dituju bersama belum ada. Jelaslah bahwa
model dari masyarakat–masyarakat
yang sekarang sudah maju tidak
mungkin dapat
dicontoh begitu saja karena memang sukar untuk mengajar suatu hal yang sudah
terlampau jauh di depan. Bahkan,
model masyarakar Jepang
pun tidak dapat kita tiru karena
lingkungan alam, komposisi penduduk negara, struktur masyarakat, aneka warna kebudayaan,
sisten nilai–budaya,
dan agama–agama
di negara kita memang berbeda dengan di Jepang.
Menurut Koentjaraningrat (1992) dalam bukunya “Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan”,
untuk dapat mencapai suatu keadaan yang agak lebih
makmur dari sekarang, sudah
tentu perlu suatu intensitas usaha di segala lapangan yang jauh lebih besar
daripada apa yang biasa kita gerakkan sampai kini. Sebagai contoh, coba kita perhatikan
keterangan para ahli ekonomi sebagai berikut : penduduk Indonesia bertambah 2,8%
tiap tahun. Agar kita dapat merasakan akibat dari kenaikan produksi, maka laju pertumbuhan
ekonomi harus lebih besar dari 2,8%.
Katakanlah 4% dari GNP tiap tahun, tetapi kita juga
harus memperhitungkan faktor kebutuhan yang terus meningkat. Hal itu berarti
laju pertumbuhan ekonomi harus beberapa kali lipat di atas laju pertambahan
penduduk.
untuk dapat mencapai suatu keadaan yang agak lebih
makmur dari sekarang, sudah
tentu perlu suatu intensitas usaha di segala lapangan yang jauh lebih besar
daripada apa yang biasa kita gerakkan sampai kini. Sebagai contoh, coba kita perhatikan
keterangan para ahli ekonomi sebagai berikut : penduduk Indonesia bertambah 2,8%
tiap tahun. Agar kita dapat merasakan akibat dari kenaikan produksi, maka laju pertumbuhan
ekonomi harus lebih besar dari 2,8%.
Katakanlah 4% dari GNP tiap tahun, tetapi kita juga
harus memperhitungkan faktor kebutuhan yang terus meningkat. Hal itu berarti
laju pertumbuhan ekonomi harus beberapa kali lipat di atas laju pertambahan
penduduk.
Dengan
memperhatikan contoh di atas,
untuk menjadi sedikit lebih makmur kita harus dapat berusaha bekerja,
menghemat, dan sebagainya. Untuk itu, kita harus mengubah beberapa sifat
dari mentalitas kita untuk meningkatkan tekanan intensitas usaha. Salah satu
mentalitas yang sangat penting yaitu nilai budaya yang berorientasi ke masa
depan. Selain itu, nilai budaya lain yang dibutuhkan yaitu nilai budaya yang
berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam dan kekuatan-kekuatan alam. Nilai semacam itu akan
menambah kemunkinan inovasi, terutama inovasi dalam teknologi. Pembangunan yang
memerlukan usaha mengintensifkan produksi tentu tak bisa tidak harus
memanfaatkan teknologi yang makin lama makin disempurnakan. Mungkin ada yang
beranggapan bahwa kita tidak perlu
mengembangkan suatu mentalitas yang menilai tinggi inovasi, karena kita tak
perlu lagi mengembangkan teknologi.
memperhatikan contoh di atas,
untuk menjadi sedikit lebih makmur kita harus dapat berusaha bekerja,
menghemat, dan sebagainya. Untuk itu, kita harus mengubah beberapa sifat
dari mentalitas kita untuk meningkatkan tekanan intensitas usaha. Salah satu
mentalitas yang sangat penting yaitu nilai budaya yang berorientasi ke masa
depan. Selain itu, nilai budaya lain yang dibutuhkan yaitu nilai budaya yang
berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam dan kekuatan-kekuatan alam. Nilai semacam itu akan
menambah kemunkinan inovasi, terutama inovasi dalam teknologi. Pembangunan yang
memerlukan usaha mengintensifkan produksi tentu tak bisa tidak harus
memanfaatkan teknologi yang makin lama makin disempurnakan. Mungkin ada yang
beranggapan bahwa kita tidak perlu
mengembangkan suatu mentalitas yang menilai tinggi inovasi, karena kita tak
perlu lagi mengembangkan teknologi.
Di samping
itu, kita juga harus menumbuhkan sikap yang dapat mengapresiasi tinggi usaha
seseorang yang dengan jerih payah sendiri dapat mencapai tujuan dan hasil.
Suatu nilai itu jika diekstrimkan tentu akan berpotensi menuju arah
individualisme, dan parahnya dapat menjadi isolisme. Nah, kita harus mencegah
perkembangan pola pikir secara ekstrim tersebut karena nilai itu akan
menghilangkan dasar dari rasa keamanan
hidup kita.
itu, kita juga harus menumbuhkan sikap yang dapat mengapresiasi tinggi usaha
seseorang yang dengan jerih payah sendiri dapat mencapai tujuan dan hasil.
Suatu nilai itu jika diekstrimkan tentu akan berpotensi menuju arah
individualisme, dan parahnya dapat menjadi isolisme. Nah, kita harus mencegah
perkembangan pola pikir secara ekstrim tersebut karena nilai itu akan
menghilangkan dasar dari rasa keamanan
hidup kita.
Di
Indonesia sendiri nilai budaya kita sangat kontras dengan individualisme, yaitu
nilai yang terlampau berorientasi vertikal ke arah atasan. Nilai yang terlalu
berorientasi vertikal ke arah atasan akan mematikan jiwa yanng ingin berdiri
sendiri dan menyebabkan timbulnya krisis kepercayaan pada diri sendiri. Nilai
itu juga akan menghambat tumbuhnya rasa disiplin pribadi karena dia hanya taat
ketika dibawah pengawasan dari yang berwenang. Akhirnya, hal itu akan akan
mematikan rasa tanggungjawab terhadap diri sendiri.
Indonesia sendiri nilai budaya kita sangat kontras dengan individualisme, yaitu
nilai yang terlampau berorientasi vertikal ke arah atasan. Nilai yang terlalu
berorientasi vertikal ke arah atasan akan mematikan jiwa yanng ingin berdiri
sendiri dan menyebabkan timbulnya krisis kepercayaan pada diri sendiri. Nilai
itu juga akan menghambat tumbuhnya rasa disiplin pribadi karena dia hanya taat
ketika dibawah pengawasan dari yang berwenang. Akhirnya, hal itu akan akan
mematikan rasa tanggungjawab terhadap diri sendiri.
Dengan
singkat, suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus
berusaha untuk lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan dan bersifat hemat
untuk lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi
hasrat eksplorasi, dapat menghargai karya dari orang lain dan akhirnya menilai
tinggi mentalitas berusaha dengan kemampuan sendiri, percaya pada diri sendiri,
berdisiplin murni dan berani bertanggungjawab atas semua yang dikerjakan.
singkat, suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus
berusaha untuk lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan dan bersifat hemat
untuk lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi
hasrat eksplorasi, dapat menghargai karya dari orang lain dan akhirnya menilai
tinggi mentalitas berusaha dengan kemampuan sendiri, percaya pada diri sendiri,
berdisiplin murni dan berani bertanggungjawab atas semua yang dikerjakan.
(Makalah Geografi Sosial 2012) Koentjaraningrat.1992.
Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.