Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah. Hari ini saya
bersyukur dapat melaksanakan kegiatan KKN, termasuk mengikuti launching
pembukaan pemancingan di Dusun Sumber, Sendangmulyo, Minggir, Sleman.
Sekitar Pkl 19.30 tadi saya menuju kampus UNY, tepatnya di Garden Cafe.
Saya ada janji dengan dua sahabat dari UKMF Penelitian SCREEN. Malam ini
kami akan bertemu dengan seorang ilmuwan, pernah tinggal di Jogja dan
saat ini sedang bekerja di Jerman. Beliau adalah Dr. Ing-Hutomo Suryo
Wasisto. Saya memanggilnya mas Ito. Mas Ito adalah seorang peneliti,
doktor muda berusia 26 tahun. Latar belakang pendidikan mas Ito, alumni
Padmanaba (SMA 3 Jogja), Teknik Elektro UGM, melanjutkan S2 di Taiwan
dan S3 di Jerman. Subhanallah, saya begitu impressed dengan segudang
prestasi mas Ito, mulai dari lulusan akselerasi saat SMA, lulusan
terbaik 2 di jurusannya dalam waktu 3,3 tahun (cumlaude), dan langsung
melanjutkan S2 serta S3 di luar negeri. Di usia 26 tahun yang masih
relatif muda sudah jadi supervisor dan terbitan jurnal
internasionalnya…sudah tidak diragukan. Mas Ito saat ini menjadi salah
satu reviewer di Indonesian Scholars Journal (ISJ) yang saat ini saya
juga bergabung sebagai campus representative.
Awal
mengenal Mas Ito, adalah ketika malam itu saya mengirim email ke ISJ,
mas Riezqa adminnya. Saya dan teman-teman dari UKMF Penelitian SCREEN
berniat mengundang ISJ untuk menjadi pembicara di Seminar Nasional
Kepenulisan 13 September 2014 esok. Semnas ini adalah kali pertama
diadakan SCREEN, baru di kepengurusan kami 2014. Saya berinisiatif
karena ingin membuka jaringan, membuka wawasan global, dan mengajak
keluar dari kotak hitam. Saya sebagai ketua tahun ini menargetkan harus
ada pengurus yang mampu menerbitkan jurnal nasional, lebih-lebih
internasional. Maka dari itu, salah satu wujud konkrit saya di
kepengurusan ISJ adalah menyebarkan virus-virus jurnal ke kampus UNY.
Selang
beberapa hari, saya telah mengontak kak Dhani sebagai bu bos camrep dan
alhamdulillah, inbox email saya telah ada sebuah CV yang
masyaAllah…begitu ilmiah, panjang, dan tentunya membuat saya
terkagum-kagum. Malam itu saya langsung berpikir “Ya Allah, semoga
beliau yang akan berbagi ilmu kepada kami dalam bidang penelitian.”
Tidak lama kemudian saya langsung mengirim email ke mas Ito, dan
orangnya sangat-sangat baik, nyaman diajak komunikasi, dan tentunya open
mind. Mas Ito ternyata sebentar lagi akan pulang ke Yogyakarta, kami
berencana bertemu untuk sekadar silaturahim dan berdiskusi. Beliau
datang jauh-jauh dari Jerman, salah satunya untuk berbagi ilmu di acara
Semnas 13 September 2014 nanti. Akhirnya, saya terhubung melalui
facebook dengan mas Ito. Apa yang terjadi ? Beberapa mutual friend
ternyata dari kakak-kakak senior saya di ISJ, mereka adalah para
ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang di luar negeri. Saya banyak belajar dari
beliau-beliau, khususnya untuk pengembangan kemampuan riset saya yang
masih abal-abal ini.
Pertemuan malam tadi di Garden
Cafe ada Pambayun Hari (Kadept PPSI), Wahyu Ratna Putra (PJS Ketua
Screen), saya dan Mas Ito. Kami berdiskusi panjang lebar satu sama lain.
Mulai dari kuliah, kerja, riset, sampai obrolan-obrolan yang memotivasi
kami dari Mas Ito. Memang, dahulu mas Ito ketika SMA maupun S1 sama
sekali belum bergelut dan fokus di riset, namun ketika S2 menjadi
jembatan awal mas Ito untuk go internasional melalui publikasi ilmiah.
Mengapa ya publikasi ilmiah itu penting ? Salah satunya adalah untuk
mengetahui seberapa besar budaya literasi, tulis menulis bangsa kita.
Ilmu akan berkembang jika dituliskan dan dipublikasikan. So, ini menjadi
dasar awal mengapa kita perlu publikasi ilmiah.
Ingat ini sahabat ?
“Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan
hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer
Berbicara
tentang perjalanan mas Ito, saya mendapatkan suntikan semangat untuk
kuliah di luar negeri. Mas Ito sudah 4 tahun tinggal di Jerman dan
mengalami proses pembelajaran panjang di mana menjadi peneliti di negara
lain itu lebih dihargai daripada di negeri sendiri. Mas Ito memberikan
kami dorongan untuk kuliah di luar negeri, mengingat kita saat ini sudah
di era global, mau tetap lokal atau internasional ? Saya pun bercerita
tentang keinginan kuat saya untuk mengambil fokus human geography di
Belanda, insyaAllah Utrecht University. Mas Ito pun bercerita tentang
pengalaman kuliah di Jerman dan kini menjadi pakar nanoteknologi serta
presenter di berbagai pertemuan ilmiah, bagaimana hidup di sana, sampai
akhirnya beliau menjadi seorang supervisor, bayangkan baru 26 tahun
sudah gelar doktor. Namun, bagi mas Ito…bahwa gelar bukanlah
segalanya. Seorang yang cerdas dan pintarpun harus memegang prinsip
kejujuran, contohnya tidak melakukan plagiat di karya ilmiah. Seorang
doktor sekalipun tidak akan bermanfaat tanpa mau membagi ilmunya kepada
orang lain.
Pelajaran lain yang saya tangkap adalah
sebuah kekuatan untuk berani bermimpi. Mas Ito mengajak saya untuk
bertemu dan mampir di rumahnya Jerman 1-2 tahun lagi. Mas Ito adalah
satu-satunya dari keluarga yang mampu mencetak sejarah baru bisa kuliah
di luar negeri, salut. Keluarganya yang rata-rata dokter ternyata tidak
menghalangi mas Ito untuk mengambil Teknik Elektro, pilihan bulatnya,
sampai 2x gagal seleksi kedokteran. Ya, itulah passion, itulah tekad
kuat. Mimpi yang kami dengar dari beliau adalah menjadi seorang CEO,
mendirikan perusahaan di dalam negeri dengan level internasonal dan
menjadi kekuatan Indonesia masa depan, semoga diberikan jalan terbaik
oleh Allah. Saya pun punya mimpi, bukan untuk seperti beliau. Saya ingin
mencapai mimpi ini untuk kuliah di Belanda hingga doktor dan kembali ke
tanah air sebagai pendidik, sebagai peneliti kelas dunia insyaAllah.
Semuanya bisa terjadi, jika hati, doa, dan usaha sudah menjadi satu.
Jika komitmen dan kekuatan doa telah bersinergi, maka Allah akan
membukakan jalannya. Yang penting kita mau, mau untuk berlelah-lelah
dahulu, mau untuk bekerja keras dan konsisten dengan spesifikasi bidang
yang kita minati.
Ya, melalui menulis. Saya percaya
dengan menulis ilmiah, saya akan bermanfaat bagi orang lain, bagi bangsa
ini. Sesuai pesan mas Ito “Saya menulis, karena tulisan saya
tidak akan hilang ditelan zaman. Saya ingin melihat anak cucu dapat
melihat nama saya di internet karena tulisan yang pernah saya
publikasikan.”
Mas Ito, baru sebentar kami
berkenalan namun sudah rela untuk meluangkan waktu, berbagi ilmu,
berbagi motivasi, berbagi inspirasi. Doa terbaik kami untuk beliau,
semoga senantiasa diberikan keberkahan lahir batin, dunia dan akhirat.
Saya pun kemudian menuliskan sebuah cerita malam ini karena telah
beruntung menimba ilmu dari doktor Indonesia yang kuliah di Jerman.
Semoga memberikan manfaat untuk dibagikan kepada rekan-rekan, khususnya
mereka pemimpi, mereka pemimpin masa depan Indonesia. insyaAllah…
Terimakasih mas Ito, Pambayun, dan Wahyu…
Saya
mengajak sahabat sekalian untuk bertemu mas Ito, pada Semnas
Kepenulisan UKMF Penelitian SCREEN, berkolaborasi dengan Indonesian
Scholars Journal, 13 September 2014 di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY.
Barokallah…insyaAllah akan ada penulis fiksi Bapak Ahmad Tohari dan
Mapres UNY 2014 Pebri Nurhayati.
“Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian.
Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”
― Pramoedya Ananta Toer
bersyukur dapat melaksanakan kegiatan KKN, termasuk mengikuti launching
pembukaan pemancingan di Dusun Sumber, Sendangmulyo, Minggir, Sleman.
Sekitar Pkl 19.30 tadi saya menuju kampus UNY, tepatnya di Garden Cafe.
Saya ada janji dengan dua sahabat dari UKMF Penelitian SCREEN. Malam ini
kami akan bertemu dengan seorang ilmuwan, pernah tinggal di Jogja dan
saat ini sedang bekerja di Jerman. Beliau adalah Dr. Ing-Hutomo Suryo
Wasisto. Saya memanggilnya mas Ito. Mas Ito adalah seorang peneliti,
doktor muda berusia 26 tahun. Latar belakang pendidikan mas Ito, alumni
Padmanaba (SMA 3 Jogja), Teknik Elektro UGM, melanjutkan S2 di Taiwan
dan S3 di Jerman. Subhanallah, saya begitu impressed dengan segudang
prestasi mas Ito, mulai dari lulusan akselerasi saat SMA, lulusan
terbaik 2 di jurusannya dalam waktu 3,3 tahun (cumlaude), dan langsung
melanjutkan S2 serta S3 di luar negeri. Di usia 26 tahun yang masih
relatif muda sudah jadi supervisor dan terbitan jurnal
internasionalnya…sudah tidak diragukan. Mas Ito saat ini menjadi salah
satu reviewer di Indonesian Scholars Journal (ISJ) yang saat ini saya
juga bergabung sebagai campus representative.
Awal
mengenal Mas Ito, adalah ketika malam itu saya mengirim email ke ISJ,
mas Riezqa adminnya. Saya dan teman-teman dari UKMF Penelitian SCREEN
berniat mengundang ISJ untuk menjadi pembicara di Seminar Nasional
Kepenulisan 13 September 2014 esok. Semnas ini adalah kali pertama
diadakan SCREEN, baru di kepengurusan kami 2014. Saya berinisiatif
karena ingin membuka jaringan, membuka wawasan global, dan mengajak
keluar dari kotak hitam. Saya sebagai ketua tahun ini menargetkan harus
ada pengurus yang mampu menerbitkan jurnal nasional, lebih-lebih
internasional. Maka dari itu, salah satu wujud konkrit saya di
kepengurusan ISJ adalah menyebarkan virus-virus jurnal ke kampus UNY.
Selang
beberapa hari, saya telah mengontak kak Dhani sebagai bu bos camrep dan
alhamdulillah, inbox email saya telah ada sebuah CV yang
masyaAllah…begitu ilmiah, panjang, dan tentunya membuat saya
terkagum-kagum. Malam itu saya langsung berpikir “Ya Allah, semoga
beliau yang akan berbagi ilmu kepada kami dalam bidang penelitian.”
Tidak lama kemudian saya langsung mengirim email ke mas Ito, dan
orangnya sangat-sangat baik, nyaman diajak komunikasi, dan tentunya open
mind. Mas Ito ternyata sebentar lagi akan pulang ke Yogyakarta, kami
berencana bertemu untuk sekadar silaturahim dan berdiskusi. Beliau
datang jauh-jauh dari Jerman, salah satunya untuk berbagi ilmu di acara
Semnas 13 September 2014 nanti. Akhirnya, saya terhubung melalui
facebook dengan mas Ito. Apa yang terjadi ? Beberapa mutual friend
ternyata dari kakak-kakak senior saya di ISJ, mereka adalah para
ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang di luar negeri. Saya banyak belajar dari
beliau-beliau, khususnya untuk pengembangan kemampuan riset saya yang
masih abal-abal ini.
Pertemuan malam tadi di Garden
Cafe ada Pambayun Hari (Kadept PPSI), Wahyu Ratna Putra (PJS Ketua
Screen), saya dan Mas Ito. Kami berdiskusi panjang lebar satu sama lain.
Mulai dari kuliah, kerja, riset, sampai obrolan-obrolan yang memotivasi
kami dari Mas Ito. Memang, dahulu mas Ito ketika SMA maupun S1 sama
sekali belum bergelut dan fokus di riset, namun ketika S2 menjadi
jembatan awal mas Ito untuk go internasional melalui publikasi ilmiah.
Mengapa ya publikasi ilmiah itu penting ? Salah satunya adalah untuk
mengetahui seberapa besar budaya literasi, tulis menulis bangsa kita.
Ilmu akan berkembang jika dituliskan dan dipublikasikan. So, ini menjadi
dasar awal mengapa kita perlu publikasi ilmiah.
Ingat ini sahabat ?
“Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan
hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer
Berbicara
tentang perjalanan mas Ito, saya mendapatkan suntikan semangat untuk
kuliah di luar negeri. Mas Ito sudah 4 tahun tinggal di Jerman dan
mengalami proses pembelajaran panjang di mana menjadi peneliti di negara
lain itu lebih dihargai daripada di negeri sendiri. Mas Ito memberikan
kami dorongan untuk kuliah di luar negeri, mengingat kita saat ini sudah
di era global, mau tetap lokal atau internasional ? Saya pun bercerita
tentang keinginan kuat saya untuk mengambil fokus human geography di
Belanda, insyaAllah Utrecht University. Mas Ito pun bercerita tentang
pengalaman kuliah di Jerman dan kini menjadi pakar nanoteknologi serta
presenter di berbagai pertemuan ilmiah, bagaimana hidup di sana, sampai
akhirnya beliau menjadi seorang supervisor, bayangkan baru 26 tahun
sudah gelar doktor. Namun, bagi mas Ito…bahwa gelar bukanlah
segalanya. Seorang yang cerdas dan pintarpun harus memegang prinsip
kejujuran, contohnya tidak melakukan plagiat di karya ilmiah. Seorang
doktor sekalipun tidak akan bermanfaat tanpa mau membagi ilmunya kepada
orang lain.
Pelajaran lain yang saya tangkap adalah
sebuah kekuatan untuk berani bermimpi. Mas Ito mengajak saya untuk
bertemu dan mampir di rumahnya Jerman 1-2 tahun lagi. Mas Ito adalah
satu-satunya dari keluarga yang mampu mencetak sejarah baru bisa kuliah
di luar negeri, salut. Keluarganya yang rata-rata dokter ternyata tidak
menghalangi mas Ito untuk mengambil Teknik Elektro, pilihan bulatnya,
sampai 2x gagal seleksi kedokteran. Ya, itulah passion, itulah tekad
kuat. Mimpi yang kami dengar dari beliau adalah menjadi seorang CEO,
mendirikan perusahaan di dalam negeri dengan level internasonal dan
menjadi kekuatan Indonesia masa depan, semoga diberikan jalan terbaik
oleh Allah. Saya pun punya mimpi, bukan untuk seperti beliau. Saya ingin
mencapai mimpi ini untuk kuliah di Belanda hingga doktor dan kembali ke
tanah air sebagai pendidik, sebagai peneliti kelas dunia insyaAllah.
Semuanya bisa terjadi, jika hati, doa, dan usaha sudah menjadi satu.
Jika komitmen dan kekuatan doa telah bersinergi, maka Allah akan
membukakan jalannya. Yang penting kita mau, mau untuk berlelah-lelah
dahulu, mau untuk bekerja keras dan konsisten dengan spesifikasi bidang
yang kita minati.
Ya, melalui menulis. Saya percaya
dengan menulis ilmiah, saya akan bermanfaat bagi orang lain, bagi bangsa
ini. Sesuai pesan mas Ito “Saya menulis, karena tulisan saya
tidak akan hilang ditelan zaman. Saya ingin melihat anak cucu dapat
melihat nama saya di internet karena tulisan yang pernah saya
publikasikan.”
Mas Ito, baru sebentar kami
berkenalan namun sudah rela untuk meluangkan waktu, berbagi ilmu,
berbagi motivasi, berbagi inspirasi. Doa terbaik kami untuk beliau,
semoga senantiasa diberikan keberkahan lahir batin, dunia dan akhirat.
Saya pun kemudian menuliskan sebuah cerita malam ini karena telah
beruntung menimba ilmu dari doktor Indonesia yang kuliah di Jerman.
Semoga memberikan manfaat untuk dibagikan kepada rekan-rekan, khususnya
mereka pemimpi, mereka pemimpin masa depan Indonesia. insyaAllah…
Terimakasih mas Ito, Pambayun, dan Wahyu…
Saya
mengajak sahabat sekalian untuk bertemu mas Ito, pada Semnas
Kepenulisan UKMF Penelitian SCREEN, berkolaborasi dengan Indonesian
Scholars Journal, 13 September 2014 di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY.
Barokallah…insyaAllah akan ada penulis fiksi Bapak Ahmad Tohari dan
Mapres UNY 2014 Pebri Nurhayati.
“Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan.”
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
“Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian.
Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”
― Pramoedya Ananta Toer
Sahabat yang bermimpi ingin kuliah di Belanda,
Janu Muhammad
1 Comment. Leave new
Lagi googling dan nyasar di blog ini,hehe. Salam kenal bro, semoga tercapai cita2nya kuliah di belanda.
Suka karyanya pram ya?