Alhamdulillah, hari Senin 6 April 2015 ini menjadi sejarah
baru bagi perjalanan saya sebagai mahasiswa semester 8 di UNY. Mengawali pagi
ini dengan berpamitan dengan mamak yang baru berangkat jualan sayuran di Pasar
Sleman. Agenda saya hari ini akan cukup padat. Pukul 9.00 akan memenuhi udangan
dari Kedutaan Besar Amerika Serikat dalam pertemuan bertajuk ‘Morning Tea’ di
Hotel Hyatt. Selanjutnya, saya dijadwalkan menghadap dosen pembimbing skripsi
hingga selepas Ashar.
baru bagi perjalanan saya sebagai mahasiswa semester 8 di UNY. Mengawali pagi
ini dengan berpamitan dengan mamak yang baru berangkat jualan sayuran di Pasar
Sleman. Agenda saya hari ini akan cukup padat. Pukul 9.00 akan memenuhi udangan
dari Kedutaan Besar Amerika Serikat dalam pertemuan bertajuk ‘Morning Tea’ di
Hotel Hyatt. Selanjutnya, saya dijadwalkan menghadap dosen pembimbing skripsi
hingga selepas Ashar.
Saya mulai menyalakan sepeda motor (tentu sudah makan dan
mandi) dan mulai meninggalkan rumah hijau di Dusun Ngemplak, Caturharjo,
Sleman. Setahu saya Hotel Hyatt yang ‘famous’ itu di Jalan Palagan Tentara
Pelajar. Sesampainya di pom bensin dekat Denggung sudah jam 8.30, padahal acara
dimulai 8.45. MasyaAllah, ternyata ada macet di perempatan Denggung. Saya pacu
hati-hati supra merah itu, melewati pemandangan sawah bersandingkatn perumahan
elit di daerah Ngaglik. Dari kanan jalan sudah terlihat juga gerbang Hyatt yang
selama ini baru bisa saya lihat (dari luar) saja. Ternyata Allah memberi
kesempatan hari ini untk bisa ‘masuk’ gratis dan minum teh bersama.
mandi) dan mulai meninggalkan rumah hijau di Dusun Ngemplak, Caturharjo,
Sleman. Setahu saya Hotel Hyatt yang ‘famous’ itu di Jalan Palagan Tentara
Pelajar. Sesampainya di pom bensin dekat Denggung sudah jam 8.30, padahal acara
dimulai 8.45. MasyaAllah, ternyata ada macet di perempatan Denggung. Saya pacu
hati-hati supra merah itu, melewati pemandangan sawah bersandingkatn perumahan
elit di daerah Ngaglik. Dari kanan jalan sudah terlihat juga gerbang Hyatt yang
selama ini baru bisa saya lihat (dari luar) saja. Ternyata Allah memberi
kesempatan hari ini untk bisa ‘masuk’ gratis dan minum teh bersama.
Setelah memarkir motor, saya berjalan menuju Bogey’s Teras di
sisi utara dekat lapangan golf. Memang benar, hotel ini bernuansa serba hijau,
berbalutkan arsitektur Jawa. Terlihat ada sekelompok pemuda-pemudi yang
duduk-duduk manis di teras. ‘Itu pasti teman-teman yang diundang hari ini’.
Saya sapa mereka, menjabat tangan satu-satu (kecuali yang bukan mahram) dan
mengucapkan nama. Saya Janu….bla bla bla. Singkat cerita saya diperkenankan
duduk di sebelahnya mas Regis, pemuda lulusan Psikologi UGM. Setelah
berbincang-bincang, akhirnya Bu Deborah C. Lynn dari Cultural Affairs Officer, Embassy of the United States of America
datang bersama mbak Rosa dari Advisor of Education USA. Kami pindah di meja
panjang yang sudah reserved. Ada 9 tamu undangan yang hadir. Ada mas Regis, mas
Gerry, mas Andri, mbak Asri, mas Awaludin, dek Rita (dari UNY), saya, mas
Anwari, dan mbak Adisty. Kami dari background disiplin ilmu yang berbeda,
universitas yang berbeda, dan tingkat umur yang berbeda. Kami mempunyai tujuan
yang sama untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat Indonesia dengan
bahasa lain ‘social project’. Mereka yang turut hadir dapat saya katakan ‘senior’
karena dari segi umur jauh lebih pengalaman dan luar biasa. Contohnya mas
Awaludin dan mbak Asri adalah Pengajar Muda di Indonesia Mengajar, mas Andri
dan mas Anwari adalah alumni program SUSI (exchange di Amerika Serikat), mas Gerry
juga aktivisnya HI UGM, dan yang lainnya luar biasa.
sisi utara dekat lapangan golf. Memang benar, hotel ini bernuansa serba hijau,
berbalutkan arsitektur Jawa. Terlihat ada sekelompok pemuda-pemudi yang
duduk-duduk manis di teras. ‘Itu pasti teman-teman yang diundang hari ini’.
Saya sapa mereka, menjabat tangan satu-satu (kecuali yang bukan mahram) dan
mengucapkan nama. Saya Janu….bla bla bla. Singkat cerita saya diperkenankan
duduk di sebelahnya mas Regis, pemuda lulusan Psikologi UGM. Setelah
berbincang-bincang, akhirnya Bu Deborah C. Lynn dari Cultural Affairs Officer, Embassy of the United States of America
datang bersama mbak Rosa dari Advisor of Education USA. Kami pindah di meja
panjang yang sudah reserved. Ada 9 tamu undangan yang hadir. Ada mas Regis, mas
Gerry, mas Andri, mbak Asri, mas Awaludin, dek Rita (dari UNY), saya, mas
Anwari, dan mbak Adisty. Kami dari background disiplin ilmu yang berbeda,
universitas yang berbeda, dan tingkat umur yang berbeda. Kami mempunyai tujuan
yang sama untuk berbuat sesuatu yang berguna bagi masyarakat Indonesia dengan
bahasa lain ‘social project’. Mereka yang turut hadir dapat saya katakan ‘senior’
karena dari segi umur jauh lebih pengalaman dan luar biasa. Contohnya mas
Awaludin dan mbak Asri adalah Pengajar Muda di Indonesia Mengajar, mas Andri
dan mas Anwari adalah alumni program SUSI (exchange di Amerika Serikat), mas Gerry
juga aktivisnya HI UGM, dan yang lainnya luar biasa.
Kami pun mulai berkenalan, diawali dari Bu Deborah yang saat
ini ditugasi sebagai Atase Kebudayaan, Kedutaan Besar Amerika Serikat di
Jakarta. Beliau asli Kansas, di Jogja membawa putranya yang tadi baru latihan
golf. Ke-9 peserta undangan memaparkan proyek sosialnya yang kreatif dan
solutif. Ada dari mas Regis yang sangat aware dengan anak berkebutuhan khusus,
mas Andri yang berupaya memberikan edukasi anak-anak untuk keselamatan gajah
Sumatera, mbak Asri yang menginisiasi pemberdayaan perempuan, mas Awaludin yang
dari teknik sipil membantu para perajin di Kasongan Bantul, dek Rita yang
sedang konsentrasi pendampingan budidaya pertanian organik, mas Anwari yang
menggalakkan konservasi Kali Gajah Wong, dan mbak Adisty yang campaign
penyelamatan hiu melalu kesenian. Saya sendiri menyampaikan tentang Gerakan
Mari Berbagi 1000 Buku dan Omah Baca Karung Goni yang mulai memasuki tahun
ke-2. Bu Deborah menyambut baik program kami dan berniat akan membantu dengan
syarat mengajukan proposal.
ini ditugasi sebagai Atase Kebudayaan, Kedutaan Besar Amerika Serikat di
Jakarta. Beliau asli Kansas, di Jogja membawa putranya yang tadi baru latihan
golf. Ke-9 peserta undangan memaparkan proyek sosialnya yang kreatif dan
solutif. Ada dari mas Regis yang sangat aware dengan anak berkebutuhan khusus,
mas Andri yang berupaya memberikan edukasi anak-anak untuk keselamatan gajah
Sumatera, mbak Asri yang menginisiasi pemberdayaan perempuan, mas Awaludin yang
dari teknik sipil membantu para perajin di Kasongan Bantul, dek Rita yang
sedang konsentrasi pendampingan budidaya pertanian organik, mas Anwari yang
menggalakkan konservasi Kali Gajah Wong, dan mbak Adisty yang campaign
penyelamatan hiu melalu kesenian. Saya sendiri menyampaikan tentang Gerakan
Mari Berbagi 1000 Buku dan Omah Baca Karung Goni yang mulai memasuki tahun
ke-2. Bu Deborah menyambut baik program kami dan berniat akan membantu dengan
syarat mengajukan proposal.
Saya sejenak merenung, sejauh inikah
langkah saya hingga dapat diberi kesempatan berharga ini ? Tidak ada yang
menyangka akan sejauh ini dapat bertemu orang-orang hebat pagi tadi. Menilik
kembali awal mula peristiwa hari ini dapat terjadi. Saat itu saya mendapatkan
email dari milis GMB (Gerakan Mari Berbagi), sumbernya dari mas Nuzul,
mahasiswa UI Jakarta. Akan ada perwakilan US Embassy pada tanggal 6-7 April
2015 di Jogja dan mengundang para pemuda dengan social project nya. Saya pun
langsung merespon dan mengirimkan email ke Young
Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI). Alhamdulillah, selang beberapa
hari akhirnya dapat respon positif. Saya mendapat undangan resminya untuk
menyampaikan social project. Ah, ternyata lagi-lagi saya bersyukur karena
jaringan di GMB.
langkah saya hingga dapat diberi kesempatan berharga ini ? Tidak ada yang
menyangka akan sejauh ini dapat bertemu orang-orang hebat pagi tadi. Menilik
kembali awal mula peristiwa hari ini dapat terjadi. Saat itu saya mendapatkan
email dari milis GMB (Gerakan Mari Berbagi), sumbernya dari mas Nuzul,
mahasiswa UI Jakarta. Akan ada perwakilan US Embassy pada tanggal 6-7 April
2015 di Jogja dan mengundang para pemuda dengan social project nya. Saya pun
langsung merespon dan mengirimkan email ke Young
Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI). Alhamdulillah, selang beberapa
hari akhirnya dapat respon positif. Saya mendapat undangan resminya untuk
menyampaikan social project. Ah, ternyata lagi-lagi saya bersyukur karena
jaringan di GMB.
Pernah suatu ketika, beberapa kali
saya juga mendapat banyak informasi dari kawan dekat yang merupakan alumni SUSI
yaitu mbak Ranitya Nurlita, ada kesempatan untuk exchange ke USA dalam program
YSEALI Academic Fellowship. Saya pun mendaftar, dan ternyata belum lolos.
Sedih, galau, gundah ? Wajar, tetapi bukan saya kalau tidak bisa move on. Sudah
terlalu biasa ditolak berulang kali seperti JENESYS ke Jepang, youth exchange
ke Korea dan Kanada. Masalah utama pasti di seleksi interview, entah kenapa ya
? Terakhir kemarin daftar Global Cities Summit yang akan diadakan di Kanada
akhir bulan ini. Saya masuk potential candidate dari Indonesia. Ada sekitar
4000an yang mendaftar dan saya sampai di tahap interview akhir. Masih ingat,
saya ditelepon dari Kanada langsung jam 2.30 pagi. Interview by phone selama 20
menit. Ya, saya sudah berusaha maksimal namun ternyata belum rezeki lagi.
Pernah juga lolos ke interview, youth exchange ke Korea, yang mengadakan dari
Kemenpora. Sudah masuk 150 terbaik dari 3.600 aplikasi. Saat itu interview juga
by phone namun saya prediksi kegagalan ada di faktor sinyal telepon, kurang
begitu jelas si interviewernya. Dua kali ikut seleksi Pertukaran Pemuda Antar
Negara tujuan Kanada juga terhenti di tahap interview, ada apa gerangan ? Dan
ternyata Allah justru memberi kesempatan saya untuk ke Belanda, Australia,
Malaysia, dan Thailand. Benar-benar tak diduga. Hanya bisa mengucap
Alhamdulillah…
saya juga mendapat banyak informasi dari kawan dekat yang merupakan alumni SUSI
yaitu mbak Ranitya Nurlita, ada kesempatan untuk exchange ke USA dalam program
YSEALI Academic Fellowship. Saya pun mendaftar, dan ternyata belum lolos.
Sedih, galau, gundah ? Wajar, tetapi bukan saya kalau tidak bisa move on. Sudah
terlalu biasa ditolak berulang kali seperti JENESYS ke Jepang, youth exchange
ke Korea dan Kanada. Masalah utama pasti di seleksi interview, entah kenapa ya
? Terakhir kemarin daftar Global Cities Summit yang akan diadakan di Kanada
akhir bulan ini. Saya masuk potential candidate dari Indonesia. Ada sekitar
4000an yang mendaftar dan saya sampai di tahap interview akhir. Masih ingat,
saya ditelepon dari Kanada langsung jam 2.30 pagi. Interview by phone selama 20
menit. Ya, saya sudah berusaha maksimal namun ternyata belum rezeki lagi.
Pernah juga lolos ke interview, youth exchange ke Korea, yang mengadakan dari
Kemenpora. Sudah masuk 150 terbaik dari 3.600 aplikasi. Saat itu interview juga
by phone namun saya prediksi kegagalan ada di faktor sinyal telepon, kurang
begitu jelas si interviewernya. Dua kali ikut seleksi Pertukaran Pemuda Antar
Negara tujuan Kanada juga terhenti di tahap interview, ada apa gerangan ? Dan
ternyata Allah justru memberi kesempatan saya untuk ke Belanda, Australia,
Malaysia, dan Thailand. Benar-benar tak diduga. Hanya bisa mengucap
Alhamdulillah…
Sebenarnya judul Memaknai ‘Connecting
the Dots’ ala Steve Jobs di atas mengingatkan saya tentang kegagalan dari
pengalaman masa lalu yang pernah saya alami. Hari ini pun sudah sedikit
terobati karena orang ‘ndeso’ seperti saya dapat bertemu perwakilan Kedubes
Amerika Serikat. Hanya bisa bersyukur dan selalu nerimo opo anane. Sebenarnya
itulah jalan saya untuk belajar, mengevaluasi diri sudah sejauh mana hubungan antara
passion, cita-cita, dan aktivitas saat ini. Saya selalu berusaha menghadirkan
passion dalam setiap aktivitas sosial saya. Passion di bidang pendidikan, riset
sosial, geografi kota, pemberdayaan pemuda, kepenulisan, dan volunteerism
inilah yang akan menghubungkan saya saat ini dengan jalan menuju cita-cita masa
depan sebagai pendidik, peneliti, penggiat sosial, dan penulis. Saya percaya,
bahwa sebenarnya titik-titik itu sudah ada dan mulai menyatu kembali, membentuk
sebuah mahakarya yang akan memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitar,
tentunya dengan disertai usaha dan doa kepada Allah Ta’ala. Ternyata skenario-Nya
selama ini memang sudah yang terbaik. Saya tidak pernah menyesal pernah gagal,
saya belajar banyak darinya.
the Dots’ ala Steve Jobs di atas mengingatkan saya tentang kegagalan dari
pengalaman masa lalu yang pernah saya alami. Hari ini pun sudah sedikit
terobati karena orang ‘ndeso’ seperti saya dapat bertemu perwakilan Kedubes
Amerika Serikat. Hanya bisa bersyukur dan selalu nerimo opo anane. Sebenarnya
itulah jalan saya untuk belajar, mengevaluasi diri sudah sejauh mana hubungan antara
passion, cita-cita, dan aktivitas saat ini. Saya selalu berusaha menghadirkan
passion dalam setiap aktivitas sosial saya. Passion di bidang pendidikan, riset
sosial, geografi kota, pemberdayaan pemuda, kepenulisan, dan volunteerism
inilah yang akan menghubungkan saya saat ini dengan jalan menuju cita-cita masa
depan sebagai pendidik, peneliti, penggiat sosial, dan penulis. Saya percaya,
bahwa sebenarnya titik-titik itu sudah ada dan mulai menyatu kembali, membentuk
sebuah mahakarya yang akan memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitar,
tentunya dengan disertai usaha dan doa kepada Allah Ta’ala. Ternyata skenario-Nya
selama ini memang sudah yang terbaik. Saya tidak pernah menyesal pernah gagal,
saya belajar banyak darinya.
Sekali lagi, terimakasih untuk
pembelajaran hari ini, sahabat-sahabat luar biasa menginspirasi dan jaringan
baru yang akan bersinergi dengan satu cita-cita mendedikasikan diri untuk
Indonesia tercinta. Terimakasih untuk Bu
Deborah dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Semoga dapat bertemu
kembali dalam kesempatan yang jauh lebih baik. Let’s collaborate !
pembelajaran hari ini, sahabat-sahabat luar biasa menginspirasi dan jaringan
baru yang akan bersinergi dengan satu cita-cita mendedikasikan diri untuk
Indonesia tercinta. Terimakasih untuk Bu
Deborah dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Semoga dapat bertemu
kembali dalam kesempatan yang jauh lebih baik. Let’s collaborate !
Salam Berbagi !
Yogyakarta, 6 April 2015
Janu Muhammad