Tujuan webinar 15: mencari berbagai cara pencegahan
kekerasan berbasis gender dari lingkungan pendidikan sampai dalam rumah. Selain
itu, harapannya kita dapat mengetahui bentuk dan dampak kekerasan berbasis
gender. Ketiga, ajakan untuk berani membantuk korban kekerasan berbasis gender.
Keempat, menyadarkan bahwa setiap orang berhak memaksimalkan potensi dirinya
untuk mewujudkan sumber daya Indonesia yang unggul, cerdas, dan berkarakter.
Narasumber yang hadir adalah Ibu Maria Olva (Komnas
Perempuan), Gisela Tani Pratiwi (Psikolog), Indra Brasco (orang tua dan figure
public), acara dipandu oleh Irene Najwa. Kegiatan ini diadakan oleh Pusat
Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Empat isu yang
menjadi prioritas PUSPEKA adalah intoleransi, perundungan, kekerasan seksual,
dan narkoba.
Gerak Bersama, Aman Bersama
Sekolah dan kampus adalah salah satu ruang public yang belum
aman dari kekerasan seksual. Menurut survey dari Ruang Publik Aman tahun 2019
menempatkan sekolah dan kampus di posisi ke-3 tempat terjadinya kekerasan
seksual, setelah di jalanan umum dan transportasi public.Faktanya, jumlah kasus
kekerasan seksual di institusi pendidikan sudah semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan
riset berjudul “Nama Baik Kampus” di tahun 2019 tercatat ada 174 kasus di
kampus. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut ada
123 anak sebagai korban kekerasan seksual di sekolah. Institusi pendidikan
Kekerasan seksual adalah tindakan fisik maupun nonfisik yang
merendahkan, melecehkan, atau menyerang sesualitas tubuh atau fungsi reproduksi
orang lain secara paksa atau tanpa
persetujuan. Secara sederhana, ada satu kata yang menjadi indikasi kekerasan
yaitu paksaan. Apapun aktivitasnya, siapapun yang melakukannya, selama
aktivitas itu mengandung paksaan, artinya itu adalah tindakan kekerasan. Jenis
kekerasan dibagi menjadi kekerasan fisik, psikis/emosional, ekonomi,
penelantaran dan seksual. Dibanding kekerasan yang lain, kekerasan seksual
memiliki dampak paling besar karena paling sulit dibuktikan. Bukan hanya secara
fisik, kekerasan seksual juga terjadi secara online. Biasanya dialami oleh
mereka yang berusia di atas 18 tahun yang sebagian besar adalah pengguna aktif
media sosial.
Data wearesocial.com per November 2019, pengguna aktif media
sosial di Indonesia khususnya instagram adalah pada rentang usia 18-34 tahun.
Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2020, jumlah aduan kasus
kekerasan berbasis gender online atau KBGO di tahun 2019 meningkat sebanyak
300% dibandingkan tahun sebelumnya. Apalagi di masa pandemic, bisa dibayangkan
peningkatan kasusnya, mengingat hamper semua aktivitas interaksi tergantikan di
dunia maya. Sebegitu rentannya posisi anak muda akan KBGO ini. Lalu, apa yang
bisa kita lakukan ya?
Jika kamu sendiri mengalami kasus kekerasan seksual, segera
ceritakan ke orang dewasa yang bisa kamu percayai atau segera hubungi
organisasi yang bisa mendampingikorban dengan menggunakan tagar #gerakbersama
di media sosial. Kalau kasusnya terjadi pada orang yang kamu kenal, coba
dengarkan mereka tanpa menghakimi ataupun memaksakan saran yang menurut kita
baik. Ingat, paksaan adalah indicator kekerasan. Pastukan, kita tidak melakukan
kekerasan, kita mendukung dan membantu korban, kita mencari dan menyebarkan
informasi kekerasan sosial dengan tagar #gerakbersama. Jadi, apakah sekolah dan
kampusmu sudah aman dari kekerasan sosial? Ayo kenali bentuk-bentuk kekerasan seksual dan laporkan ke orang yang kamu percayai apabila kamu melihat, mendengar, atau mengalaminya.
Menjaga agar sekolah dan kampus kita aman dari kekerasan
seksual adalah tanggungjawab kita bersama.
Narasumber pertama adalah Maria Ulfah, lulusan S3 dari FISIP UI. Pernah mendapatkan berbagai penghargaan serta pengalaman. Kekerasan terhadap perempuan bisa disebut dengan kekerasan berbasis gender.