Hari ke-1
30 Juni 2013
Suasana Minggu pagi itu begitu
cerah. Burung-burung mulai beterbangan. Ikan-ikan di kolam mulai mencari makan.
Mentari bersinar memancarkan auranya. Beberapa mahasiswa terlihat mengenakan
kaos merah dan hitam di area outbond Sambi Resort dan Spa Jalan Kaliurang
Jogja. Mereka berkumpul membentuk sebuah lingkaran besar dengan instruktur
seorang laki-laki usia 40an. Hari Minggu itu adalah hari terakhir bagi mereka,
peserta Training of Trainer untuk mahasiswa UNY yang rata-rata angkatan 2011.
Acara pagi itu adalah outbond, dari jam 5 sampai sekitar jam 11.
cerah. Burung-burung mulai beterbangan. Ikan-ikan di kolam mulai mencari makan.
Mentari bersinar memancarkan auranya. Beberapa mahasiswa terlihat mengenakan
kaos merah dan hitam di area outbond Sambi Resort dan Spa Jalan Kaliurang
Jogja. Mereka berkumpul membentuk sebuah lingkaran besar dengan instruktur
seorang laki-laki usia 40an. Hari Minggu itu adalah hari terakhir bagi mereka,
peserta Training of Trainer untuk mahasiswa UNY yang rata-rata angkatan 2011.
Acara pagi itu adalah outbond, dari jam 5 sampai sekitar jam 11.
Seorang laki-laki bernama Pak
Dono memimpin jalannya outbond yang terdiri dari empat permainan dengan
komposisi lima kelompok. Peserta terlihat begitu menikmati permainan yang
disuguhkan dengan kombinasi jiwa kepemimpinan dan kreativitas. Saat itulah
mereka diuji kerja sama tim, kekompakan, dan tentunya fisik. Sampai sekitar jam
11 acara outbond berakhir. Pada saat itu juga acara ToT 2013 ditutup oleh Bu
Penny dengan penyerahan tiga kejuaraan outbond. Kami pun pulang.
Dono memimpin jalannya outbond yang terdiri dari empat permainan dengan
komposisi lima kelompok. Peserta terlihat begitu menikmati permainan yang
disuguhkan dengan kombinasi jiwa kepemimpinan dan kreativitas. Saat itulah
mereka diuji kerja sama tim, kekompakan, dan tentunya fisik. Sampai sekitar jam
11 acara outbond berakhir. Pada saat itu juga acara ToT 2013 ditutup oleh Bu
Penny dengan penyerahan tiga kejuaraan outbond. Kami pun pulang.
Setiba di rumah, saya langsung
teringat bahwa sore nanti harus berangkat ke Jakarta. Ya, saya punya kewajiban
untuk membuat paspor, bias dibayangkan betapa lelahnya ? Sejenak saya
merebahkan tubuh untuk beristirahat sembari melakukan musyawarah bersama ibu
dan bapak. “Mak, saya besok Senin harus wawancara di Kedutaan Belanda untuk
pembuatan visa, apakah diizinkan?”tanya saya kepadsa beliau. Pada intinya
beliau mengizinkan, namun ada kekhawatiran karena saya masih perlu istirahat.
Saya bias memahami perasaan ibu dan bapak, selama beberapa hari saya tidak di
rumah dan setibanya di rumah justru akan pergi lagi. Saya menyadari, sebagai
anak pertama memang tanggung jawabnya lebih besar dan harus mandiri, tidak
boleh bergantung terus pada ibu bapak, bukankah demikian ?
teringat bahwa sore nanti harus berangkat ke Jakarta. Ya, saya punya kewajiban
untuk membuat paspor, bias dibayangkan betapa lelahnya ? Sejenak saya
merebahkan tubuh untuk beristirahat sembari melakukan musyawarah bersama ibu
dan bapak. “Mak, saya besok Senin harus wawancara di Kedutaan Belanda untuk
pembuatan visa, apakah diizinkan?”tanya saya kepadsa beliau. Pada intinya
beliau mengizinkan, namun ada kekhawatiran karena saya masih perlu istirahat.
Saya bias memahami perasaan ibu dan bapak, selama beberapa hari saya tidak di
rumah dan setibanya di rumah justru akan pergi lagi. Saya menyadari, sebagai
anak pertama memang tanggung jawabnya lebih besar dan harus mandiri, tidak
boleh bergantung terus pada ibu bapak, bukankah demikian ?
Sore harinya saya memutuskan
untuk berangkat ke Jakarta. “Bismillah, semoga Allah selalu ada di sisi saya.”
Batin dalam hati. Semua berkas insyaAllah sudah lengkap, saya pun siap
berangkat. Namun, ada masalah. Saya belum sempat memesan tiket kereta, apalagi
ini akhir bulan dan baru liburan sekolah. Ada kekhawatiran jika ternyata saya
gagal berangkat. Saya berusaha berkhusnudzan, pasti Allah akan membantu. Saya
pamit kepada bapak ibu dan adek. “Mas ke Jakarta dulu ya, doakan bias lancar,”
pinta saya kepada adek.
untuk berangkat ke Jakarta. “Bismillah, semoga Allah selalu ada di sisi saya.”
Batin dalam hati. Semua berkas insyaAllah sudah lengkap, saya pun siap
berangkat. Namun, ada masalah. Saya belum sempat memesan tiket kereta, apalagi
ini akhir bulan dan baru liburan sekolah. Ada kekhawatiran jika ternyata saya
gagal berangkat. Saya berusaha berkhusnudzan, pasti Allah akan membantu. Saya
pamit kepada bapak ibu dan adek. “Mas ke Jakarta dulu ya, doakan bias lancar,”
pinta saya kepada adek.
Perjalanan ke stasiun Tugu
dimulai, seperti biasa selalu macet. Akhirnya sebelum azan Maghrib saya sudah
sampai ke stasiun Tugu, ditemani rasa khawatir yang mendalam dan tawakal apa
yang akan terjadi selanjutnya. “Mbak, tiket kereta ke Jakarta masih ada kan ?”
Tanya saya kepada petugas di loket. “Sudah habis mas, bahkan yang besok sudah
habis,” jawabnya. Betapa kaget bukan kepalang, jantung langsung berdenyut
kencang dan serasa mimpi. “Ya Allah, apa sudah berakhir di sini ? Tidak naik kereta
dan gagal ke Jakarta ?” bingung dalam hati.
dimulai, seperti biasa selalu macet. Akhirnya sebelum azan Maghrib saya sudah
sampai ke stasiun Tugu, ditemani rasa khawatir yang mendalam dan tawakal apa
yang akan terjadi selanjutnya. “Mbak, tiket kereta ke Jakarta masih ada kan ?”
Tanya saya kepada petugas di loket. “Sudah habis mas, bahkan yang besok sudah
habis,” jawabnya. Betapa kaget bukan kepalang, jantung langsung berdenyut
kencang dan serasa mimpi. “Ya Allah, apa sudah berakhir di sini ? Tidak naik kereta
dan gagal ke Jakarta ?” bingung dalam hati.
Allah Maha Tahu apa yang terbaik
untuk hamba-Nya. Saya sejenak berpikir dan flashback apa yang bias saya lakukan
saat ini. “Nah, naik travel atau bis,” ide itu pun muncul. Serasa punya harapan
baru dan semangat baru. Saya lalu berjalan kea rah utara stasiun, sengaja tidak
naik ojek atau becak karena pasti mahal, sekalian go green saja, hehe. Jalan
Mangkubumi saya telusuri, bau tak sedap selalu menemani. Satu per satu agen
travel saya kunjungi, tak ada satu pun yang menyisakan kursi. “Astaghfirullah,”
mengelus dada. Saya duduk termenung, melihat lalu lalang becak dan curhat ke
ibu via telepon. “Mak, pripun niki ? Kulo mboten angsal tiket kereta kaliyan
travel,” cerita saya ke ibu. Saya bingung dan linglung, apa yang terjadi saat
ini ?
untuk hamba-Nya. Saya sejenak berpikir dan flashback apa yang bias saya lakukan
saat ini. “Nah, naik travel atau bis,” ide itu pun muncul. Serasa punya harapan
baru dan semangat baru. Saya lalu berjalan kea rah utara stasiun, sengaja tidak
naik ojek atau becak karena pasti mahal, sekalian go green saja, hehe. Jalan
Mangkubumi saya telusuri, bau tak sedap selalu menemani. Satu per satu agen
travel saya kunjungi, tak ada satu pun yang menyisakan kursi. “Astaghfirullah,”
mengelus dada. Saya duduk termenung, melihat lalu lalang becak dan curhat ke
ibu via telepon. “Mak, pripun niki ? Kulo mboten angsal tiket kereta kaliyan
travel,” cerita saya ke ibu. Saya bingung dan linglung, apa yang terjadi saat
ini ?
Saya kemudian kembali ke stasiun.
Di tengah perjalanan, saya temui seorang bapak yang masih muda bertanya,”Mau ke
mana mas?” Saya menjawab,”ke Jakarta Pak, tetapi sudah tidak dapat tiket.”
Ternyata bapak yang tidak saya ketahui namanya itu menyarankan agar saya ke
Giwangan, terminalnya Jogja, kemungkinan ada bis malam. Saya bersyukur bisa
ketemu beliau, orang Jogja memang ramah dan baik hati. Langsung saja saya ke
Giwangan dan malam harinya dapat bis, sekitar pukul 21.00 saya berangkat.
Pengalaman berkesan saat menunggu bis : dapat kenalan orang Medan, ternyata
beliau dosen kimia Unimed. Kami berdiskusi panjang lebar seputar kuliah dan
tujuan Summer School saya ke Belanda.
Di tengah perjalanan, saya temui seorang bapak yang masih muda bertanya,”Mau ke
mana mas?” Saya menjawab,”ke Jakarta Pak, tetapi sudah tidak dapat tiket.”
Ternyata bapak yang tidak saya ketahui namanya itu menyarankan agar saya ke
Giwangan, terminalnya Jogja, kemungkinan ada bis malam. Saya bersyukur bisa
ketemu beliau, orang Jogja memang ramah dan baik hati. Langsung saja saya ke
Giwangan dan malam harinya dapat bis, sekitar pukul 21.00 saya berangkat.
Pengalaman berkesan saat menunggu bis : dapat kenalan orang Medan, ternyata
beliau dosen kimia Unimed. Kami berdiskusi panjang lebar seputar kuliah dan
tujuan Summer School saya ke Belanda.
Bis berangkat, mengangkut sekitar
51 orang, saya dapat nomor 51 dan itupun cadangan. Saya bersyukur bias
berangkat, padahal tadi sudah hampir putus asa dan mau pulang ke rumah. Dengan
segala keprihatinan terhimpit di bis, saya mencoba bertahan. Suasana bis sangat
ramai, banyak anak kecil dan bisnya “agak” bermasalah. Sampai sekitar jam 1
malam kejadian itu pun terjadi. Kami terpaksa ganti bis karena bisnya
bermasalah, AC mati, sering mogok di jalan, sampai-sampai kami harus
mendorongnya. “Wah, ini nih pengalaman baru naik bis, nunggu sejam lebih karena
bis bermasalah,” kata saya dalam hati.
51 orang, saya dapat nomor 51 dan itupun cadangan. Saya bersyukur bias
berangkat, padahal tadi sudah hampir putus asa dan mau pulang ke rumah. Dengan
segala keprihatinan terhimpit di bis, saya mencoba bertahan. Suasana bis sangat
ramai, banyak anak kecil dan bisnya “agak” bermasalah. Sampai sekitar jam 1
malam kejadian itu pun terjadi. Kami terpaksa ganti bis karena bisnya
bermasalah, AC mati, sering mogok di jalan, sampai-sampai kami harus
mendorongnya. “Wah, ini nih pengalaman baru naik bis, nunggu sejam lebih karena
bis bermasalah,” kata saya dalam hati.
Hari k-2
1 Juli 2013
Sampai akhirnya setelah melalui
medan sangat berat, kemacetan parah, saya sampai di Jakarta sekitar Pkl 15.00
WIB. Jelas, wawancara saya jam 10.00 gagal.
medan sangat berat, kemacetan parah, saya sampai di Jakarta sekitar Pkl 15.00
WIB. Jelas, wawancara saya jam 10.00 gagal.
Target selanjutnya adalah ke kos
paman Daroji, jl. Pintu Air 1 dekat stasiun Juanda. Saya menuju ke sana dengan
naik busway,tubuh lemas tak bertenaga. Alhamdulillah, sampai sana sekitar sore
dan sudah ditunggu mas Indra Chan (Ichan) yang menjaga kos paman. Kebetulan,
paman baru ada tugas TNI AD di Sulawesi sejak empat bulan yang lalu. Kos tampak
sepi, saya terakhir ke sini sudah lama. Mas Ichan mempersilakan saya masuk.
Saya lepaskan penat selama di perjalanan. Kipas pun menyala, sepoi angin
merasuk di tubuh saya. Sora itu, saya langsung bersih diri dan makan sore bersama
mas Ichan. Kami makan sate, lumayan mahal sih. Makanan di Jakarta emang mahal.
Satu porsi sate aja bisa 25 ribu, bahkan makan nasi padang pakai lauk tahu dan
udang bias 18 ribu, ditambah segelas es jeruk 8 ribu, wow banget kan ?
paman Daroji, jl. Pintu Air 1 dekat stasiun Juanda. Saya menuju ke sana dengan
naik busway,tubuh lemas tak bertenaga. Alhamdulillah, sampai sana sekitar sore
dan sudah ditunggu mas Indra Chan (Ichan) yang menjaga kos paman. Kebetulan,
paman baru ada tugas TNI AD di Sulawesi sejak empat bulan yang lalu. Kos tampak
sepi, saya terakhir ke sini sudah lama. Mas Ichan mempersilakan saya masuk.
Saya lepaskan penat selama di perjalanan. Kipas pun menyala, sepoi angin
merasuk di tubuh saya. Sora itu, saya langsung bersih diri dan makan sore bersama
mas Ichan. Kami makan sate, lumayan mahal sih. Makanan di Jakarta emang mahal.
Satu porsi sate aja bisa 25 ribu, bahkan makan nasi padang pakai lauk tahu dan
udang bias 18 ribu, ditambah segelas es jeruk 8 ribu, wow banget kan ?
Hari itu saya tutup dengan
beristirahat di kost, sembari menyiapkan berkas pembuatan visa esok hari, meski
seharusnya hari ini. Saya masih punya harapan agar esok akan lebih baik,
insyaAllah.
beristirahat di kost, sembari menyiapkan berkas pembuatan visa esok hari, meski
seharusnya hari ini. Saya masih punya harapan agar esok akan lebih baik,
insyaAllah.