sholat Subuh dan belajar sebentar. Saya jarang sekali belajar lebih
dari 2 jam, entah tidak tahu kenapa. Biasanya hanya baca buku sebentar
dan diulang lagi siang maupun malamnya. Barangkali hampir sama seperti
adik saya, dia juga sering belajar di pagi hari.
Kami
bangun pagi bukan karena alarm kami pasang pagi-pagi, namun karena jam
segitu di rumah sudah ramai. Bapak dan mamak jam 3 sudah bangun untuk
berangkat ke pasar, dagang sayur mayur di pasar Sleman. Jadi memang,
kami bangun pagi lebih karena kebiasaan di keluarga. Setelah bapak mamak
ke pasar, saya dan adik bersiap sekolah dan ke kampus. Rutinitas ini
sudah ada sejak saya kelas 4 SD, ketika itu adik baru berusia sekitar 3
tahun. Kebiasaan ini berlanjut sampai ketika adik memasuki kelas 4 SD.
Dia sudah mencuci baju sendiri, menyiapkan bekal sendiri, sampai
menyetrika sendiri. Mamak ke pasar, bapak ke sawah. Saya dan adik
menyiapkan kebutuhan sekolah sendiri. Kami justru senang karena
menjadikan kami terbiasa, tidak manja, kami menerima segala nasihat
bapak mamak agar belajar sungguh-sungguh dan kelak menjadi anak sholeh.
Siang
hari biasanya kami ngaji di dusunnya simbah putri, saya masih ingat
kira-kira saya TPA sampai kelas 3 SMP. Saya ingat kala itu menangis saat
pertama kali ngaji. Memang, awalnya merasa takut dengan orang yang baru
dikenal. Berbeda dengan saya, adik cenderung langsung bisa nyaman
dengan lingkungan baru hingga saat ini. Sebenarnya kalau diruntut sama,
mulai dari TK,SD,SMP saya dan adik sama. Apa memang kakak dan adik itu
ibarat cermin ya ?
Sampai akhirnya selepas lulus dari SMA 2
Yogyakarta, saya dihadapkan pada pilihan masa depan. Mau ke mana saya
setelah ini ? Apkah kerja atau kuliah ? Saya matur mamak bahwa saya
ingin kuliah, saya ingin menjadi sarjana dan bekerja untuk masyarakat.
Belum terpikirkan mau ambil sarjana apa. Hanya saja pernyataan ketika
Masa Orientasi Siswa itu bisa diambil benarnya. Pak Mur tanya kepada
saya “Besok mau jadi sarjana apa?” Saya menjawab “Sarjana Pendidikan
pak”. Saya belum tahu kalau ternyata yang jadi sarjana pendidikan itu
akan jadi guru.
Baik, seiring adanya proses di IPA,
akhirnya ada sebuah titik kejenuhan saat itu. Saya ingin sekali
mengambil geografi sebagai pilihan saya ketika kuliah sarjana. Ya, saya
cinta, saya suka geografi sat itu. Tibalah saatnya pendaftaran SNMPTN
undangan dibuka. Saya memilih UGM sebagai pilihan pertama. Saya yakin
betul dengan pilihan pertama di Geografi Ilmu Lingkungan, Biologi, dan
Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Ya, saya benar-benar yakin akan
diterima di UGM saat itu. Sampai-sampai saya sempat tidak menuliskan
pilihan kedua di form undangan. Tetapi, akhirnya ada yang Maha
Mengingatkan agar saya mengisi di pilihan keduanya adalah di UNY dengan
jurusan Pendidikan Geografi, Biologi, dan Pendidikan Biologi
(sepertinya).

Sampai akhirnya ujian nasional datang,
pengumuman undangan telah terbit. Saya mengecek di warnet dengan diantar
bapak. Serba deg degan karena komputer warnet eror dan semua akan
segera memuncak. Ternyataa….Pendidikan Geografi UNY. Ya, semalaman
saya tidak bisa tidur karena gagal masuk UGM, benar-benar pukulan keras
bagi saya. Alhamdulillah, masih ada bapak mamak yang mengingatkan saya
untuk bersyukur dan menerima segala jawaban dari Allah.
Awalnya
memang berat namun ternyata seiring berjalannya rasa syukur itu, banyak
manfaat yang akhirnya saya dapatkan ketika menjadi mahasiswa UNY.
Mungkin persepsi saya hanya : bagaimana saya akan sukses di kampus ini ?
Apa bisa menjamin saya untuk berprestasi ?
Itulah persepsi mahasiswa yang biasanya menginginkan ‘banyak menerima’ manfaat daripada ‘memberi manfaat’. Betul ?
Kadang kita tidak bersyukur menjadi mahasiswa, padahal masih banyak yang tidak bersekolah
Masih sering mengeluh menjadi mahasiswa, padahal kita adalah orang-orang pilihan yang diterima di kampus ini
Masih ada saja mahasiswa yang banyak menuntut kenyamanan di kampus, padahal proses pendewasaan diri lebih utama
Masih banyak mahasiswa yang diam, padahal kampus menjadi kesempatan untuk mengembangkan potensi diri sebesar-besarnya
Masih banyak mahasiswa yang kurang bersyukur, padahal kuliah juga masih dibiayai orang tua
Mari kawan coba kita balik :
Coba kita bersyukur sudah diberi kesempatan untuk kuliah,
Coba kita banyak berbagi dan memberi manfaat selama kuliah,
Coba kita optimis mengembangkan potensi di kuliah,
Coba kita kritis solutif bukan hanya menuntut,
Coba kita berusaha aktif karena kesempatan lebar di depan mata, insha Allah
Terimakasih
Ya Rabb atas segala nikmat terindah ini. Terimakasih mamak dan bapak
yang selalu mendukung janu untuk tumbuh dan menginginkan menjadi anak
sholeh. Terimakasih adek Isti yang menginspirasi tiada henti.
Terimakasih sahabat-sahabatku dimanapun berada. Barokallah untuk kita
semua…
Gali potensimu, tulislah pengalamanmu, bagikan kepada orang lain dan amalkan dengan ikhlas.
Jadi, masih ragu juga untuk bersyukur menjadi mahasiswa ?
#RefleksiMahasiswaEsSatu
1 Mei 2014
Janu
