Penerima Beasiswa Unggulan Kemdiknas
Master Student of Chemical Engineering, University of Twente

banyak teman-teman yang menanyakan tentang langkah apa saja yang harus
dipersiapkan untuk dapat berkuliah ke luar negeri dengan beasiswa. Sore
ini, sebelum tulisan ini saya susun, seorang adik kelas kembali bertanya
tentang hal ini. Berharap, tulisan ini memberikan sedikit kontribusi
untuk jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Saya tidak pernah menyangka sebelumnya, keputusan mengenai apa yang
akan saya jalani di dunia pasca kampus S1 akan berubah dalam waktu yang
sangat singkat. Satu bulan setelah memakai toga di balairung Universitas
Indonesia pada tahun 2011, keinginan tersebut begitu membuncah. Niat
untuk bersekolah lagi muncul dan hadir, semakin mendominasi semakin
hari. Masa setelah sidang skripsi dan hari-hari menuju upacara wisuda
bahkan masih saya habiskan untuk berburu informasi lowongan kerja.
Seperti keinginan saya dalam beberapa tahun ke belakang, saya ingin
bekerja di perusahaan di sektor oil and gas. Namun, tiba-tiba
semuanya berubah, ketika saya sendiri mendefinisikan kembali tentang
tujuan jangka panjang dalam visi hidup saya pribadi. Tentang apa yang
saya inginkan di masa depan. Tentang apa yang ingin saya jalani di masa
ini. Satu keputusan dengan dukungan dari orang tua dan keluarga telah
dibuat, hanya dalam waktu satu bulan. Saya ingin kembali berkuliah!
Mulai dengan Mendefinisikan
Tiga bulan sebelum tutup tahun 2011, Oktober. Masa itu adalah saat
pertama kali saya serius memutuskan untuk ingin melanjutkan studi ke
luar negeri. Mungkin banyak yang berpendapat, tidak perlu menuntut ilmu
jauh ke luar negeri. Atau, mengapa tidak berkuliah di dalam negeri saja,
toh, di dalam negeri ada institusi pendidikan yang juga
menyediakan program master. Namun menurut saya, itu pilihan setiap
orang, kembali lagi pada tujuan dan kebutuhan masing-masing. Dalam opini
saya pribadi, menuntut ilmu di negeri orang bukan hanya soal mengikuti tren
atau tidak cinta tanah air. Definisnya jauh dari itu. Berkuliah di
negeri orang adalah salah satu ajang pendewasaan diri yang tepat, yaitu
pembelajaran untuk bisa mengenal dan beradaptasi dengan budaya
mancanegara. Ketika teman-teman sekelas tidak lagi berkomunikasi satu
sama lain dengan menggunakan satu bahasa saja. Di dalam kelas, terkadang
bahasa Inggris, Spanyol, Belanda, Cina, Portugis, Indonesia terdengar
membaur dalam percakapan ringan antar mahasiswa. Berbaur dengan
mahasiswa internasional dari berbagai negara. Hidup sendiri, jauh dari
keluarga dan teman-teman. Bertahan melawan suhu ekstrem di musim dingin.
Mengatur waktu belajar, berbelanja, memasak, mencuci, membereskan
rumah. Merasakan atmosfer sistem pendidikan yang berbeda dibandingkan
sistem yang ada di Indonesia. Saya yakin, nilai-nilai tambah tersebut
adalah sejumlah hal yang menjadi alasan yang kuat untuk pilihan saya.
Maka, saya menyimpulkan bahwa saya perlu dan saya ingin bersekolah ke
luar negeri. Langkah pertama mungkin memang betul adanya bahwa sebelum
menuntut ilmu ke negeri orang, siapkan motivasi diri sendiri. Setelah
yakin bahwa motivasi tersebut betul-betul diinginkan, siapkan pula diri
secara fisik dan mental untuk kemungkinan “bersusah-susah” mendapatkan
peluang berkuliah di luar negeri dengan dana beasiswa. Siapkan diri
untuk memulai perjalanan baru di lingkungan yang baru nantinya.
Lakukan, Jangan Hanya Berpikir dan Khawatir
Tiga bulan sebelum tutup tahun 2011, Oktober. Target pribadi saya
adalah mempersiapkan diri selama maksimal setahun, untuk memulai
perkuliahan master. Dengan target yang cukup tinggi, saya sangat sadar
bahwa waktu yang tersisa sangat terbatas. Biasanya, perkuliahan di tahun
ajaran baru akan dimulai pada bulan Agustus atau September. Artinya,
saya hanya akan punya waktu selama 10-11 bulan untuk persiapan.
Sementara itu, belum satu pun hal yang saya persiapkan, baik mengenai
informasi maupun dokumen syarat registrasi perkuliahan dan beasiswa.
Dengan memplot waktu untuk targetan tersebut, saya mengumpulkan begitu
banyak informasi dalam waktu yang singkat. Informasi banyak saya peroleh
dari kedua orang kakak saya yang berkuliah di Belanda dan Jepang,
teman-teman sekampus yang juga aktif memantau informasi beasiswa
berkuliah di luar negeri, pameran pendidikan, serta informasi yang
tertera di masing-masing situs kampus. Setelah memikirkan sejumlah
pertimbangan, saya putuskan untuk berburu kesempatan berkuliah di negeri
Belanda dengan beasiswa. Saya ingin berkuliah di University of Twente.
Dalam waktu yang bersamaan dengan pengumpulan informasi, saya segera
mempersiapkan dokumen yang menjadi syarat registrasi kuliah dan
beasiswa. Segera, saya hubungi pihak International Office University of Twente mengenai peluang beasiswa yang ada. Kabar baiknya, terdapat alokasi beasiswa untuk menutupi biaya tuition fee. Lalu, saya juga mendapatkan informasi mengenai peluang beasiswa living cost dari
pihak Kementrian Pendidikan Nasional. Dalam waktu bersamaan, saya
melakukan persiapan dokumen untuk tiga urusan : registrasi kuliah,
registrasi beasiswa tuition fee, dan registrasi beasiswa living cost.
Satu syarat yang menurut saya membutuhkan waktu persiapan yang relatif
lama adalah bukti kualifikasi bahasa Inggris: nilai TOEFL iBT atau
IELTS. Saya sadar bahwa selama ini hal tersebut terabaikan dalam
perhatian saya. Saya tidak cukup bijak memanfaatkan waktu saat menjadi
mahasiswa S1 untuk belajar menghadapi tes bahasa inggris. Kembali
menyadari waktu yang terbatas, saya melakukan persiapan mandiri
seintensif mungkin untuk menghadapi ujian bahasa Inggris dalam waktu
terdekat. Harus diakui bahwa untuk tujuan ini, saya mengalokasikan waktu
yang banyak setiap harinya untuk berlatih soal secara konsisten. Namun,
di ujian pertama kualifikasi bahasa inggris ini, hasil nilai yang
diperoleh berbeda tipis dengan syarat yang ditentukan pihak universitas.
Saya putuskan untuk tidak menyerah. Saya kembali belajar, berlatih, dan
bersungguh mempersiapkan diri untuk menghadapi tes bahasa inggris. Pada
akhirnya, target nilai tersebut berhasil tercapai dengan baik.
Satu hal yang menurut saya menjadi bagian terpenting untuk berburu
kesempatan berkuliah ke luar negeri adalah mengeksekusi persiapan syarat
registrasi. Di antara teman-teman saya yang bertanya tentang langkah
apa yang harus diambil untuk persiapan kuliah ke luar negeri, sebetulnya
telah banyak yang mengumpulkan cukup informasi mengenai kampus tujuan.
Banyak yang telah mendefinisikan mimpi-mimpinya. Namun, tidak semua
orang berani mengeksekusi. Hingga apa yang mereka miliki hanyalah
sebatas sedemikian banyak informasi untuk berkuliah di berbagai kampus.
Ketika ditanya mengenai sudah sejauh mana persiapan yang dilakukan,
tidak jarang saya mendapatkan jawaban bahwa persiapan bahasa Inggris
belum dilakukan sama sekali. Padahal, telah cukup banyak waktu yang
dihabiskan untuk mengikuti pameran pendidikan, mengumpulkan informasi
dengan menghubungi langsung pihak kampus tujuan mengenai informasi
peluang beasiswa, mencari tips-tips beasiswa. Tidak salah dengan hal
tersebut. Namun, ada baiknya bila tidak terlalu banyak energi yang
dihabiskan untuk berpikir dan khawatir mengenai mimpi berkuliah ke luar
negeri yang tidak kunjung menjadi kenyataan. Ada baiknya juga segera
mengeksekusi semua hal yang menjadi persyaratan. Lakukan persiapan
berkasnya. Siapkan dokumen yang menjadi syarat registrasi. Maka, mimpi
itu akan semakin dekat dari kenyataan.
Fokus, Lurus ke Depan
Bulan Januari 2012 adalah saat saya menerima letter of acceptance
dari University of Twente. Bersyukur telah mendapatkan berita baik
tersebut. Namun, perjalanan belum berakhir. Tiba saatnya untuk berjuang
mendapatkan beasiswa berkuliah di kampus tersebut. Bulan Januari hingga
Mei 2012 adalah saat di mana harapan di dalam diri saya timbul dan
tenggelam. Cukup lama tidak ada kabar mengenai beasiswa yang saya
perjuangkan. Dalam masa penantian itu, sejumlah pilihan lain seolah
menggoda datang. Panggilan tes interview di perusahaan berskala multinasional di bidang oil and gas.
Tawaran suatu posisi kerja di perusahaan nasional oleh seorang senior.
Namun, saya merasa apa yang saya perjuangkan belum selesai. Ada mimpi
yang harus saya perjuangkan. Saya putuskan untuk berfokus memperjuangkan
apa yang terjadi di sisa waktu target kuliah pada tahun 2012. Fokus,
lurus ke depan.
Kerahkan Usaha Terbaik. Sabar.
Bulan Agustus semakin dekat. Saat itu bulan April 2012. Harap-harap
cemas, penantian masih berlanjut. Selain menanti kabar dari Belanda,
saya berulang kali mendatangi kantor Kemdiknas di Senayan untuk
menanyakan progress seleksi beasiswa. Di awal bulan April, saya akhirnya menerima sebuah email dari University of Twente yang mengabarkan bahwa saya dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa uang kuliah. Dear
Ms. Rahma Muthia, Congratulations. In the attachment of this email you
can find your University of Twente Scholarship Award Letter. Satu
penantian telah memberikan jawaban. Keyakinan membuat saya semakin
bersemangat untuk mengerahkan usaha terbaik. Dalam satu kesempatan di
akhir bulan April, pada akhirnya saya bertemu dengan Bapak Abe Susanto,
Penanggung Jawab Beasiswa Luar Negeri dari Kementrian Pendidikan
Nasional. Saat itu, saya langsung diwawancara mengenai motivasi kuliah
serta kualifikasi lainnya. Di saat itu pula, saya mendapatkan jawaban
bahwa saya dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa living cost dari pihak Kemdiknas.
Terjawab. Kini terjawab. Penantian untuk berbagai hal kini telah
terjawab. Dan kuncinya adalah mengerahkan semua usaha terbaik untuk
mencapainya. Selanjutnya, berdoa dan bersabar.
Belanda, Aku Datang
Empat bulan telah berlalu. Akhir musim panas, musim gugur, kini musim
dingin. Tak jauh dari ekspektasi, perjalanan ini terlihat begitu
berwarna. Belajar bersama teman-teman internasional, berorganisasi
bersama PPI, betualang menjelajah negeri Eropa. Benar, perjalanan ini
butuh upaya berlipat untuk bisa bertahan dan selamat sampai tujuan di
depan sana. Pasti ada duka, namun saya yakin suka cita akan lebih banyak
menghiasi apa yang terjadi setiap hari. Hingga gelar master ini
berhasil diraih, saya ingin memanfaatkan setiap waktu selama berada di
sini dengan sebaik-baiknya. Saya ingin hidup. Mengutip susunan kalimat
Andrea Hirata dalam buku Edensor, “Aku ingin mendaki puncak tantangan,
menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan
misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu
terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat
disangka. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa
dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan
membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun,
ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut
dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan
penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!”