Berkunjung ke luar negeri bagi sebagian besar orang adalah
kesempatan luar biasa yang dapat memberi perubahan hidup. Sedikit cerita ketika
saya dulu diberi kesempatan ke Belanda dalam waktu yang singkat 2 minggu, menjadi
pengalaman pertama menghidup udara di luar negeri. Saya merasakan apa yang
namanya homesick, merasakan betapa rindunya untuk pulang ke Indonesia. Setelah
sampai di Indonesia, Allah membukakan pintu itu bahwa saya harus berbuat
sesuatu untuk negeri ini. Saya pun bertemu dengan orang-orang baru yang
menanyakan, bagaimana bisa ke Belanda ? Bagaimana langkah awalnya bisa ke sana
? Apa yang harus disiapkan untuk bisa ke sana ? Bahkan, ada yang mengira bahwa
saya sudah lama hidup di Belanda.
kesempatan luar biasa yang dapat memberi perubahan hidup. Sedikit cerita ketika
saya dulu diberi kesempatan ke Belanda dalam waktu yang singkat 2 minggu, menjadi
pengalaman pertama menghidup udara di luar negeri. Saya merasakan apa yang
namanya homesick, merasakan betapa rindunya untuk pulang ke Indonesia. Setelah
sampai di Indonesia, Allah membukakan pintu itu bahwa saya harus berbuat
sesuatu untuk negeri ini. Saya pun bertemu dengan orang-orang baru yang
menanyakan, bagaimana bisa ke Belanda ? Bagaimana langkah awalnya bisa ke sana
? Apa yang harus disiapkan untuk bisa ke sana ? Bahkan, ada yang mengira bahwa
saya sudah lama hidup di Belanda.
Efek setelahnya apa ? Sepulang di Indonesia, saya merasakan
ada tekanan besar untuk beradaptasi. Saya yang sudah terlanjur betah di sana,
dengan kehidupan nyaman dan aman benar-benar mengalami shock culture dan
goncangan dalam diri ini. Saya kemudian beradaptasi, menyaring nilai-nilai apa
yang bisa saya terapkan di Indonesia karena tidak semua nilai itu bisa kita
adaptasi. Ada sisi-sisi seperti adat budaya yang cenderung western dan kurang
sesuai dengan kebudayaan kita. Pun demikian, saya dan rekan-rekan peserta homestay
Gerakan Mari Berbagi pasti akan mengalami hal yang hampir sama. Seperti halnya
ketika kita tiba di sini dan memerlukan waktu untuk beradaptasi.
ada tekanan besar untuk beradaptasi. Saya yang sudah terlanjur betah di sana,
dengan kehidupan nyaman dan aman benar-benar mengalami shock culture dan
goncangan dalam diri ini. Saya kemudian beradaptasi, menyaring nilai-nilai apa
yang bisa saya terapkan di Indonesia karena tidak semua nilai itu bisa kita
adaptasi. Ada sisi-sisi seperti adat budaya yang cenderung western dan kurang
sesuai dengan kebudayaan kita. Pun demikian, saya dan rekan-rekan peserta homestay
Gerakan Mari Berbagi pasti akan mengalami hal yang hampir sama. Seperti halnya
ketika kita tiba di sini dan memerlukan waktu untuk beradaptasi.
Selama homestay ini, saya merasakan sebuah atmosfer baru
untuk memasuki dunia internasional. Saya merasakan banyak orang-orang di
Indonesia yang memberikan dukungan, doa, dan harapan agar suatu saat kita bisa
memberikan yang terbaik untuk republik ini. Dengan berbagi pengalaman, berbagi
pelajaran selama tinggal 3 minggu di sini menjadi salah satu caranya. Sungguh,
ini menjadi pengalaman kedua saya ke luar negeri yang akan menjadi awal mimpi
saya untuk berkiprah di dunia internasional, melalui passion saya di bidang
pendidikan dan riset sosial. Semoga Allah memberikan jalan terbaik. Tetaplah
berbagi, tetaplah bermimpi tinggi !
untuk memasuki dunia internasional. Saya merasakan banyak orang-orang di
Indonesia yang memberikan dukungan, doa, dan harapan agar suatu saat kita bisa
memberikan yang terbaik untuk republik ini. Dengan berbagi pengalaman, berbagi
pelajaran selama tinggal 3 minggu di sini menjadi salah satu caranya. Sungguh,
ini menjadi pengalaman kedua saya ke luar negeri yang akan menjadi awal mimpi
saya untuk berkiprah di dunia internasional, melalui passion saya di bidang
pendidikan dan riset sosial. Semoga Allah memberikan jalan terbaik. Tetaplah
berbagi, tetaplah bermimpi tinggi !
“Mimpi adalah kunci,
untuk kita menakhlukkan dunia.”
untuk kita menakhlukkan dunia.”
(Laskar Pelangi)
Brisbane, 21 November 2014
Janu Muhammad