Pada akhir bulan Januari 2012 kemarin tepatnya pada tanggal 27 Januari 2012, dunia perguruan tinggi dikejutkan dengan adanya surat dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nomor 162/E/T/2012 tentang publikasi karya ilmiah. Secara jelasnya, isi dari surat tersebut tidak jauh dari kaitannya jurnal ilmiah. Ya, ini adalah sebuah bukti jelas bahwa Dikti akan semakin mewujudkan rencananya agar para mahasiswa strata 1 yang ingin lulus harus mampu mempublikasikan jurnal ilmiah. Secara tidak langsung, ini adalah satu langkah awal untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam publikasi karya ilmiah. Tidak hanya dengan Cina saja, tetapi dengan Malaysia pun kita kalah. Berdasarkan data dari Thomson Scientific (dalam Resyalia, 2010), publikasi karya ilmuwan Indonesia melalui jurnal internasional hanya berkisar 522, jauh di bawah Malaysia yang mencapai 1.428. Selain dalam jurnal internasional, publikasi di lingkup lokal maupun nasional pun juga masih minim. Ini adalah keprihatinan kita bersama, dari sekitar 60 ribu akademisi dan peneliti yang dimiliki Indonesia, hanya sekitar 500 karya yang berhasil termuat di jurnal internasional tiap tahun.
Selain dari alasan ketertinggalan dengan negara tetangga, perilaku plagiarisme juga masih menjamur di negeri ini. Plagiarisme berupa karya ilmiah atau pun tulisan ilmiah masih menggrogoti setiap mahasiswa yang ingin segera lulus strata 1 tanpa bersusah payah dan berpusing diri membuat karya ilmiah. Kedua hal ini mendorong perlunya revolusi budaya di Indonesia, yakni dari tutur menjadi menulis. Ya, bangsa ini perlu untuk menulis, menulis karya milik sendiri. Manfaat yang didapatkan begitu beragam. Semakin banyak akademikus yang mempublikasikan karya ilmiah atau penelitian mereka di berbagai jurnal ilmiah, akan semakin menumbuhkan kesadaran untuk menulis. Di samping itu, umpan balik bagi mahasiswa adalah adanya kemauan untuk berlatih dan berlatih menulis jurnal ilmiah dengan bimbingan dosen.
Beberapa hal yang telah diuraikan di atas adalah alasan yang mendasari terselenggaranya kegiatan “Geography Discussion Academy#1” yang diselenggarakan oleh Bidang Pengembangan dan Penelitian (Litbang) Himpunan Mahasiswa Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta. Diskusi pada hari Jumat, 30 Maret 2012 dengan tema “Pro Kontra Jurnal Ilmiah Sebagai Syarat Kelulusan S1” ini menghasilkan beberapa pertimbangan dan kesimpulan. Pertama, opposing views atau pandangan yang menolak adanya program dikti ini salah satunya karena penentuan kelulusan merupakan otonomi setiap perguruan tinggi. Tidak hanya itu, opini masyarakat yang dinilai terlalu tergesa-gesa, mendadak, dan memaksakan semakin menambah alasan penolakan terhadap rencana kebijakan ini. Secara rasional juga akan memunculkan jurnal abal-abal dan penumpukan mahasiswa di PT tertentu karena belum lulus publikasi jurnalnya, tentu kita tidak mengharapkannya.
Pandangan berbeda terlihat pada pihak pro yang memang tergolong minoritas dibandingkan dengan pihak kontra. Selain bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi, juga bisa mengontrol budaya plagiarisme di kalangan mahasiswa. Bukan dalih hanya untuk mengejar ketertinggalan Indonesia saja, tetapi budaya menulis inilah yang perlu ditekankan. Tentu dua hal ini akan semakin menguatkan bahwa budaya menulis bagi mahasiswa sebagai calon intelektual wajib dibina sejak kuliah. Target jangka panjang untuk meningkatkan kualitas output lulusan PT juga menjadi alasan utama bahwa publikasi jurnal ilmiah layak menjadi syarat kelulusan S1.
Dari diskusi yang telah dilaksanakan, ada beberapa solusi untuk menengahi permasalahan ini. Pertama, sebaiknya program ini dilakukan secara bertahap untuk PT dengan akreditasi A dan seterusnya. Kedua. waktu yang cukup untuk sosialisasi juga penting karena memang tidak mudah bisa menjangkau seluruh PT di Indonesia. Program pelatihan ilmiah dari dikti bagi mahasiswa sudah selayaknya diagendakan dan dilaksanakan, mengingat masih ada juga mahasiswa yang belum tahu apa itu jurnal ilmiah. Seperti di UNY sendiri, masih perlu diadakan sosialisasi, penyediaan media yang akan menampung jurnal, dan tindak lanjut realisasi hasil jurnal ilmiah itu sendiri. Pada intinya, kita sebagai mahasiswa harus mulai membiasakan menulis, baik dalam artikel, penelitian, bahkan menulis buku.
Dengan demikian, kesan menulis, memuatkan, dan menerbitkan jurnal ilmiah sudah menjadi hal biasa dan terpupuk pada mahasiswa. Entah pada akhirnya kebijakan ini akan diberlakukan atau tidak, para mahasiswa sudah saatnya membuka mata dan mempersiapkan diri, mengupayakan bahwa dengan cara ini kita setidaknya bisa memberikan kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia tercinta.
2 Comments. Leave new
saya mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia
Artikel yang sangat menarik, terimakasih ya infonya 🙂
iya, sama-sama kak. Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya 🙂