Pandemi Covid-19 adalah kejadian luar biasa. Dampaknya terasa secara signifikan di sektor kesehatan, sosial, ekonomi, keuangan, bahkan pendidikan. Sejak pandemi ini dinyatakan masuk di Indonesia pada awal Maret 2020, kondisi ekonomi nasional semakin goyah. Data Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyebutkan, sampai dengan akhir bulan Mei 2020 realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp664,32 triliun atau 37,73 persen dari target pada pagu APBN Perpres 54/2020, namun capaian pendapatan negara dan hibah tersebut tumbuh negatif 9,02 persen. Kalau dibiarkan, grafik pertumbuhan kian merosot tajam.
Untuk melandaikan kurva penyebaran Covid-19 di Indonesia, pemerintah pun memutar otak dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan virus corona pada 31 Maret 2020. Bekerja pun dilakukan di rumah, semua aktivitas yang menyebabkan kerumunan ditiadakan. Sebagai konsekuensinya, aktivitas ekonomi masyarakat melemah, terutama di sektor informal. Kinerja ekonomi menurun tajam, daya beli masyarakat turun drastis, konsumsi pun terganggu. Berbagai sektor akhirnya mengalami perlambatan ekonomi. Sektor keuangan menerima ujung dampak dari sektor riil yang melambat bertumbuh.
Penurunan aktivitas ekonomi ini melantarkan dampak sosial di tengah masyarakat. Pemutusan hubungan kerja terjadi di berbagai perusahaan, bahkan pabrik sekalipun. Tingkat kemiskinan bertambah, baik di kota maupun desa. Dalam kondisi genting ini, pemerintah akhirnya telah menerbitkan dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tahun 2021 (KEM PPKF) sebagai skenario ulung untuk memastikan Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN) aman. Berdasarkan KEM PPKF, proyeksi pertumbuhan APBN sebelum adanya Covid-19 sebesar 5,3%. Dengan proyeksi kategori berat, pertumbuhan APBN setelah adanya Covid-19 hanya mencapai 2,3%. Apabila kondisi sangat berat terjadi, pertumbuhan APBN juga berada pada angka minus 0,4%. Dengan kategori berat, sebanyak lebih dari 1,89 juta jiwa diprediksi rentan masuk kategori miskin. Namun apabila kondisi sangat berat justru terjadi, ada lebih dari 4,8 juta orang yang masuk kategori miskin. Imbasnya lagi, lebih dari 5 juta pengangguran baru juga muncul di permukaan.
Ibarat efek domino, sektor pendidikan tidak dapat berkelit dari adanya pandemi ini. Pemberlakuan belajar dari rumah menjadi pilihan pemerintah untuk mengurangi risiko penyebaran virus corona di sekitar lembaga formal (Syah Aji, 2020). Para siswa di sekolah negeri ataupun swasta akhirnya melakukan aktivitas pembelajaran di rumah, begitu pula guru mengajar dari rumah. Pembelajaran yang pada awalnya berjalan secara luring (luar jaringan) akhirnya berubah menjadi daring (dalam jaringan) dengan memanfaatkan media jarak jauh yang ada. Pembelajaran berbasis internet menjadi alternatif baru bagi guru dan siswa. Asalkan ada kuota internet, semua dapat diatur sedemikian rupa. Bagi para siswa yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi cukup, tidak akan mengalami kendala yang berarti. Namun bagaimana dengan mereka yang memiliki keterbatasan akses terhadap internet? Jangankan untuk beli kuota, makan saja harus berjuang ekstra.
Sebagai masyarakat yang terdampak, tidak ada pilihan lain kecuali mengharapkan uluran tangan dari pemerintah. Pemerintah pun terus berupaya menjaga agar pertumbuhan dan dampak kesejahteraan tidak menuju skenario sangat berat, seperti proyeksi KEM PPKF di atas. Habis gelap terbitlah terang, Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah terobosan yang diluncurkan pemerintah. Program PEN dengan total anggaran Rp 695,2 T sengaja dirancang untuk memulihkan ekonomi Indonesia dengan melindungi masyarakat miskin dan yang rentan, serta mendukung dunia usaha seperti UMKM agar tidak makin terpuruk. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, berupaya keras memberikan perlindungan sosial lewat PEN. Pemulihan ekonomi nasional tidak sebatas dari sisi produksi, namun juga konsumsi. Sebagaimana diketahui, konsumsi rumah tangga adalah penopang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia, dibandingkan sektor lainnya. Ketika konsumsi rumah tangga terjaga, daya beli masyarakat pun pada ritme yang sama.
Maka, kucuran bantuan sosial adalah upaya pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Sebanyak Rp 203, 9 T telah disiapkan pemerintah untuk perlindungan sosial. Apa saja programnya? Melalui Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Diskon Listrik, Bansos Tunai Non-Jabodetabek, Bansos Sembako Jabodetabek, BLT Dana Desa, Kartu Pra Kerja, dan Logistik/Pangan/Sembako. Penerima manfaatnya merata, mulai dari petani, peternak, pedagang, pekerja sektor swasta, pekerja bangunan, buruh pabrik, nelayan, supir, dan pekerja lainnya. Dengan kebijakan ini, diharapkan konsumsi kian pulih, sehingga produksi bernafas lagi. Inilah mengapa akhirnya perlindungan sosial juga pulihkan ekonomi Indonesia.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi, sektor pendidikan terus berupaya menyelamatkan diri dari dampak Covid-19. Kementerian Keuangan bersama Kementerian Agama melalui program PEN bersinergi dengan mengalokasikan Rp 2,6 T untuk penanganan Covid-19 di pesantren. Dana ini dialokasikan menyongsong adaptasi kebiasaan baru yang mulai berlaku sejak Juli 2020 di berbagai wilayah. Data Kementerian Keuangan menyebutkan, sebanyak Rp 2,38 T digunakan untuk Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk Lembaga Pesantren/MDT/LPA serta Rp 211,7 M untuk bantuan pembelajaran daring bagi pesantren selama 3 bulan. Tidak tanggung-tanggung, 21.173 lembaga pesantren, 62.153 lembaga Madrasah Diniyah Takmiliyah, dan 112.008 Lembaga Pendidikan Al-Qur’an menerima BOP ini. Sejumlah 14.115 lembaga pun menerima bantuan pembelajaran daring dengan nominal Rp 5 juta/bulan.
PEN untuk pesantren juga menyasar para guru atau ustaz serta pengasuh pondok pesantren, melalui skema bantuan sosial atau lebih dikenal dengan BLT. Ditambah lagi, dukungan pemeriksaan kesehatan juga dilakukan, berupa Rapid Test/Swab Test bagi para santri di lingkungan pesantren. Bantuan lainnya berupa renovasi fasilitas MCK, wastafel, dan tempat wudu di 100 pesantren yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia. Belum usai di sini, alokasi dana untuk pesantren pada tahun 2020 mencapai Rp 991,8 M yang terdiri dari pembangunan rusun pesantren di 5 lokasi, program pengembangan wirausaha di pesantren, peningkatan sarana sanitasi di 40 pesantren, bantuan rak serta buku dari Perpustakaan Nasional serta digitalisasi di pesantren oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Fasilitasi ini dalam rangka membangkitkan pesantren, yang tidak hanya sebagai sekolah, tetapi juga rumah bagi para santri dari penjuru negeri.
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Inilah slogan yang tepat untuk menggambarkan betapa pentingnya menjaga persatuan di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini. Pada konteks dunia pendidikan, pemerintah dan masyarakat tidak boleh lengah. Semua harus bahu membahu berbenah. Alokasi 20% APBN untuk dana pendidikan haruslah optimal pada masa Pemulihan Ekonomi Nasional ini. Anggaran Rp 492,5 T yang dialokasikan sebanyak 163,1 T untuk pusat, 308,4 T untuk daerah, serta 21 T untuk pembiayaan sejatinya dapat memberi dampak positif bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Berdasarkan PMK No.38/PMK.02/2020 terdapat penyesuaian belanja wajib yang tidak boleh mengurangi alokasi anggaran pendidikan (pasal 4 ayat 2). Berdasarkan perubahan postur APBN dalam perpres 54/2020 maka anggaran pendidikan sebesar Rp 522,7 T. APBN yang bersumber dari uang rakyat berperan besar dalam dunia pendidikan. Lewat program Kartu Indonesia Pintar, sebanyak Rp 11,1 T dana telah dikucurkan untuk mengantarkan 20,1 juta siswa SD/SMP/SMA mewujudkan mimpinya di bangku sekolah serta Rp 6,7 T untuk 819,4 ribu mahasiswa melalui KIP Kuliah.
Pada level pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah, pemerintah telah mengalokasikan lebih dari Rp 360 T untuk bantuan operasional pendidikan, bantuan operasional sekolah, Sarpras PAUD, rehabilitasi ruang kelas serta kampus. Sinergi antara Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi, serta Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI sangatlah penting dalam merealisasikan dana pendidikan dari APBN. Soal penyaluran anggaran, kuncinya adalah lebih efektif dan efisien agar sekolah maupun kampus dapat leluasa dalam pendanaan operasional. Ketika tahapan pencairan dapat lebih sederhana dan tepat sasaran, manfaat akan cepat terasa. Yang pada akhirnya, sesuai visi APBN 2020, diharapkan stimulus ini dapat menjadi akselerator peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan indeks pembangunan manusia.
Lebih lanjut, untuk dapat bersaing di tingkat global, Menkeu Sri Mulyani selalu menekankan pentingnya pendidikan tinggi bagi putra-putri terbaik bangsa. Telah lebih dari 21.000 generasi muda yang melanjutkan program pendidikan magister maupun doktoral dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Sebanyak Rp 1,8 T telah dialokasikan untuk 5.000 penerima beasiswa LPDP tahun 2020 serta 12.333 mahasiswa lanjutan. Semua dari dana abadi pendidikan. Program unggulan ini menjadi jembatan emas untuk mengantarkan para calon pemimpin masa depan mengenyam kuliah di berbagai universitas terbaik dunia, menyongsong visi Indonesia Emas 2045. Di bidang penelitian oleh LPDP, sejumlah Rp 284,1 M anggaran dialokasikan untuk mendanai 104 kelompok riset. Semua diinvestasikan secara maksimal, demi kemajuan pendidikan dan penelitian, untuk Indonesia lebih berdaya dan mandiri.
Kepal asa pahlawan tanpa tanda jasa dan para siswa kini menjadi semakin kuat. APBN telah memberi nafas segar untuk pendidikan bangsa. Bantuan Operasional Sekolah telah membantu para orang tua dalam menyediakan kuota internet selama belajar dari rumah. Bantuan melalui KIP pun telah menghidupkan harapan para siswa dan mereka yang sedang kuliah. Kini saatnya pendidikan Indonesia bangkit, bersatu padu menuju era baru, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ketat, agar semuanya selamat. Guru menjadi perpanjangan tangan pemerintah di lapangan, terus berkreasi mendidik anak bangsa. Begitu juga para orang tua, dukungannya harus tetap menyala untuk pemerintah, kampus, dan sekolah. Serta untuk para siswa dan mahasiswa, terus tinggikan mimpi-mimpi itu ke angkasa, dengan bekal pendidikan dan keterampilan. Walau saat ini situasi sedang cukup sulit, harapan harus menggelora untuk bangkit. Optimis adalah kunci, agar kondisi segera pulih. Masyarakat harus menjadi mitra pemerintah, mengawal realisasi APBN agar optimal. Demi bangsa yang adil dan sejahtera. Yakinlah, Indonesia bisa!
Referensi:
- Kementerian Keuangan. 2020. APBN 2020. https://kemenkeu.go.id/single-page/apbn-2020 . (9 Agustus 2020)
- Kementerian Keuangan. 2020. Program Pemulihan Ekonomi Nasional.https://www.kemenkeu.go.id/media/15149/program-pemulihan-ekonomi-nasional.pdf . (9 Agustus 2020)
- Rahayu Puspasari. 2020. Sampaikan KEM-PPKF 2021, Pemerintah Fokus pada Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. Jakarta: Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (SP-32/KLI/2020)
- Syah Aji. 2020. Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia: Sekolah, Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i. Vol. 7 No. 5.
- Tim Deputies Aset-Liability Management. 2020. APBN Kita Edisi Juni 2020. Jakarta: Kementerian Keuangan (Juni 2020)